Lihat ke Halaman Asli

Kini, Malah Aku Tinggalkanmu Jauh di Sana

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibu.. Aku tak tahu, kondisi apakah yang tengah engkau rasa, saat kau melahirkan aku ke dunia ini.

Beban ujian sebagai dampak rasa sakit yang kau pikul sembilan bulan, tak pernah kau hiraukan. Selama ini, kau hanya menghawatirkan sesuatu yang ada dalam rahimmu.

Pedih dan sakit yang kau rasa, terbalas sudah dengan suara tangisan buah hatimu. Kau menarik nafas panjang, berhembus lega penuh syukur. Seketika, tangismu berubah menjadi senyum haru kebahagiaan.

Ibu.. Malaikat kecilmu lahir dengan selamat. Meski begitu, saat itu kau tak tega, melihat badan mungil ini merengek tangis menggigil kedinginan. Seketika kau tak menghiraukan sakit teramat mendalam, kau selimuti aku dengan kasih sayang. Kau peluk aku, seolah tak mau melepaskanku.

Betapa nyaman dekap dan pelukmu kala itu. Sampai aku tertidur pulas.

Aku terbangun, tangisanku menghiasi siang dan malammu. Kau seolah tak jengkel, kau peluk dan susui aku tanpa berpikir bagaimana lemahnya badanmu.

Aku memang selalu kau anggap sebagai kemuliaan yang kau simpan dalam lemari cinta berkaca permata. Aku tidak bisa mengukur sejauh mana rasa cintamu, yang jelas, selama nafas masih kau hirup, kau akan selalu menjagaku.

Usiaku semakin bertambah. Aku tidak lagi berbaring dan menangis. Aku mulai belajar duduk, merangkak dan terjatuh. Ooh, kerumitan si mungil ini kian bertambah. Bahkan, aku sudah lagi tak mau meminum air susumu. Aku sudah dewasa, ingin memakan makanan agar aku lebih kuat.

Kau mengawasiku tiada henti dengan senyuman dan pujian. Sampai aku kau ajari untuk melangkah. Kau tuntun aku dengan cinta.

Kau tak akan pernah sekali saja mengizinkan aku terjatuh. Tapi, makhluk bodoh ini dengan egonya ingin belajar sendiri. Tanpa kau ketahui, aku berdiri dan melangkahkan satu kaki yang masih lemah ini. Serentak aku terjatauh dan menangis.

Kau pun tak kuasa melihat kondisi yang aku dapat ini. Kau berlari, hiraukan semua yang kau harus lakukan kala itu. Kau sambut aku dengan pelukan dan tangisan. Dan kau pun berkata, "maafkan aku, tidak menjagamu pangeranku," rintih tangis penuh do'a kala itu begitu tenang, dan aku nyaman di dekapmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline