Tepat di hari ini, Jumat tanggal 17 Agustus 2018, Republik Indonesia tepat berusia 73 tahun. Sebuah umur yang bisa dikatakan muda untuk sebuah negara. Meskipun tergolong muda, Republik Indonesia telah mengalami berbagai situasi politik yang kadang mengancam kehidupan kebangsaan.
Dari awal berdirinya, menurut hemat penulis, Republik Indonesia dengan sistem demokrasi-nya, tidak bisa lepas dari kekangan politik kekuasaan. Seperti apa yang dilihat oleh Machiavelli, dimana kekuasaan bukanlah sebagai alat atau instrumen untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas, etika dan agama; melainkan kekuasaan sebagai tujuan itu sendiri.
Segala nilai-nilai moralitas, etika, agama dan kebajikan hanya dijadikan alat untuk memperoleh serta memperluas kekuasaan. Kemudian masih menurut Machiavelli, negara hanya merupakan simbol tertinggi politik kekuasaan. Menurut penulis, pemikiran Machiavelli tampaknya banyak diadopsi oleh penguasa-penguasa negeri di planet bumi ini, termasuk negara kita tercinta ini.
Di ulang tahun yang ke-73 ini, Republik Indonesia tengah menghadapi tahun politik. Menurut penulis, siapapun (baik kelompok atau perorangan) yang ikut berkompetisi di tahun politik ini tampaknya berpegang pada pandangan Machiavelli, dimana kekuasaan adalah tujuan itu sendiri.
Seharusnya kita mengingat bahwa Republik Indonesia merupakan nation-state atau negara bangsa, dimana negara ini didirikan di atas pondasi bangsa. Bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia merupakan kesatuan dari keberagaman suku, etnis, agama, kepercayaan, kebudayaan dan pemikiran yang mendiami wilayah nusantara. Bangsa Indonesia tentulah berumur lebih lama atau lebih tua dari sekedar Republik Indonesia.
Menurut hemat penulis, negara yang bernama Republik Indonesia atau saat ini disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesiadengan ideologi Pancasila merupakan alat atau instrumen untuk melindungi, mempertahankan dan mewujudkan bangsa Indonesia yang beragam kebudayaan, pemikiran, agama, kepercayaan, suku dan etnis beserta kesejahteraan dan keadilan-nya. Lantas bagaimana dengan persatuan, persatuan dengan sendirinya akan terwujud apabila segenap anak bangsa selalu bertujuan untuk bangsa Indonesia, bukan hanya negara.
Negara adalah instrumen belaka, tetapi instrumen juga harus dijaga, dimana jika instrumen tersebut timpang atau berganti maka hilang dan timpang pula perlindungan dan perwujudan bangsa Indonesia yang beragam sosial-budaya, suku, etnis, agama, kepercayaan dan pemikiran beserta kesejahteraan dan keadilannya.
Penulis sering membayangkan, alam demokrasi sejatinya bermuka dua terhadap keutuhan bangsa Indonesia, dimana satu muka dapat menguntungkan karena semua bentuk dari bangsa Indonesia dapat ditonjolkan, sedangkan di muka yang lainnya, demokrasi dapat memberikan celah bagi kelompok oknum anak bangsa yang hanya merujuk pada politik kekuasaan dan bahkan akan membuat instrumen menjadi timpang ataupun berganti. Memang dilematis, hanya komitmen dengan niat lurus terhadap keutuhan bangsa Indonesia yang bisa diandalkan.
Di hari ini kita merayakan 73 tahun tegaknya negara sebagai instrumen yang melindungi kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia yang beragam sosial-budaya, agama, kepercayaan, etnis, suku dan pemikiran.
Semoga di periode panas-panasnya politik ini, banyak anak bangsa sebagai pihak yang berkompetisi politik selalu mengedepankan keutuhan negara-bangsa dan berkomitmen terhadap kehidupan bangsa Indonesia yang beragam.
Akhir kata, penulis mengucapkan Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke-73, Merdeka !!!