Lihat ke Halaman Asli

Bela Negara yang Terkesan Superficial

Diperbarui: 14 November 2015   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu lalu sempat membaca mengenai kehebohan, pro dan kontra mengenai program pemerintah untuk menggalakkan bela negara, entahlah apakah topik tersebut masih hangat sampai sekarang (maklum sudah lama tidak membaca dan mendengar berita, hehe). Menurut saya sih bela negara wajib hukumnya selama kita menjadi warga negara Indonesia, dan hal itu pun sudah dinyatakan dalam salah satu pasal UUD 1945. Namun, kok ya yang sekarang ini terjadi seperti dipaksakan dan seperti menjadi ego salah satu kementerian saja, meskipun yang saya baca terakhir akan melibatkan kementerian-kementerian lainnya.

Saya sendiri tidaklah paham mengenai makna dan definisi bela negara dan wajib militer. Namun, bukannya bela negara sudah seharusnya melebur dalam pendidikan anak-anak Indonesia, misalnya saja pelajaran pendidikan kewarganegaraan atau apalah yang sejenis, kemudian melalui sejarah dan bahasa Indonesia. Di luar kegiatan akademis, terdapat Pramuka dan palang merah remaja. Apakah hal tersebut dirasa masih kurang sehingga dibutuhkan sedikit sentuhan militeristik?, ya, mungkin masih kurang karena output pendidikan di Indonesia masih "kurang sesuai" harapan bangsa, ambil contoh narkoba, terorisme, tawuran, sifat dan sikap hedonisme, kurangnya kedisiplinan sosial, serta sumber daya manusia yang rendah. Lantas apakah perlu diberlakukan suatu kegiatan tersendiri yanng dinamakan "Bela Negara"?

"Bela negara" sebagai suatu kegiatan tersendiri di luar kegiatan akademis dapat menjadi beban tambahan siswa-siswi dan seperti ada keterpaksaan untuk menyerap hal terssebut. Bukankah semua doktrin atau paham akan mudah merasuk ke dalam hati ketika suasana penyampaiannya secara santai dan dileburkan ke dalam kegiatan lainnya. Kesannya program tersebut apabila diterapkan akan menjadi seperti wajib militer, meskipun pihak Kementerian Pertahanan menyangkalnya.

Di luar pendidikan, banyak dari warga negara Indonesia yang bekerja sesuai profesi dan bidangnya sudah termasuk ke dalam bela negara, misalnya adalah peneliti yang bekerja untuk kesehatan atau kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu bela negara dalam arti luas; contoh lainnya misalnya dokter, dokter gigi, dokter hewan, apoteker, karyawan swasta, pengacara, hakim, dan lain sebagainya. Mereka-mereka ini bekerja untuk kemajuan dan kesejahteraan satu lingkaran besar, lingkaran besar tersebut bernama Indonesia. Belum lagi betapa banyaknya masyarakat yang mengabdikan diri untuk kemajuan sosial, kelestarian alam, hutan, satwa, habitat, dan kemajuan teknologi di Indonesia.

Menurut saya pribai, mereka inilah yang menerapkan bela negara terhadap diri dan komunitas atau lingkungannya. Mereka ini tidak tersentuh oleh program pemerintah bela negara, tetapi bela negara sudah mendarah daging di dalam tubuh mereka. Apakah pemerintah masih akan menerapkan program "Bela Negara" secara superficial atau permukaan saja?, alangkah bijaknya jika bela negara dalam suatu program dijalankan atau diterapkan lebih dalam atau profundal, lebih menyentuh hati dan bahkan kalbu setiap warga negara Indonesia sesuai bidangnya. Jangan sampai program ini hanya menjadi perpanjangan tangan gembar-gembor revolusi mental pemerintah yang menurut saya pribadi belum ada kejelasan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline