Tak dipungkiri, kehadiran dunia digital turut mengubah perspektif klub sepakbola, baik dalam meluaskan branding klub agar kian terkenal maupun ajang memancing sponsor. Sayangnya, hal ini seperti tak berlaku pada Persib Bandung.
Padhal, folowers atau pengikut, kreativitas, hingga kesinambungan konten yang disuguhkan di berbagai platform media sosial dari klub sepakbola, sudah menjadi tolak ukur profesionalitas klub itu sendiri.
Sebagai klub besar di Indonesia dengan kombinasi pengikut jutaan di media sosial, Persib menjadi salah satu klub yang sering berkonfrontasi dengan penggemarnya, terutama di media sosial. Bobotoh (sebutan pendukung Persib) sering dibuat geram oleh tim media sosial tim kebanggaannya itu.
Yang terbaru, tweet balasan (reply) di Twitter dari admin Persib yang begitu rancu sukses membuat bobotoh geleng kepala.
Pasalnya, bagaimana bisa seorang admin dari klub dengan jumlah followers aktif terbanyak di Indonesia, melakukan kesalah konyol berupa kerancuan berbahasa? Yang sayangnya hal ini terjadi bukan satu-dua kali saja.
Dan jika dirunut kebelakang, di awal 2020 pada masa pramusim saja, gaung protes sudah menggema di Twitter kala tim media Persib merengek minta subcriber dari bobotoh sebagai syarat melakukan siaran langsung pertandingan pra-musim di youtube.
Cara ini dianggap memalukan oleh beberapa pentolan. Selain tak etis, bobotoh beralibi jika konten Youtube yang disuguhkan menarik dan kreatif, secara spontan penggemar akan senang hati menekan tombol berlangganan, tanpa diminta sekalipun.
Baca juga: konser metal adalah konser musik terbaik
Padahal pada masa awal pandemi lalu, konten digital Persib di lintas digital mulai di apresiasi oleh bobotoh. Namun, sejak beberapa minggu ini, konten Persib dinilai kaku kembali oleh penggemarnya.
Dan jika seperti ini terus, sungguh sangat disayangkan potensi yang dimiliki Persib baik dari segi branding, prestasi hingga bisnis bisa lenyap begitu saja.