Lihat ke Halaman Asli

Dicky Saputra

TERVERIFIKASI

Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

Kabut Asap, Salah Siapa?

Diperbarui: 7 November 2015   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kabut asap yang melanda negara kita beberapa bulan ini memunculkan pertanyaan, siapa yang harus disalahkan?

Ketamakan, ketidakpedulian pada sekitar, dan tidak berpikir panjang, membuat segelintir orang membakar lahan tanpa peduli pada akibatnya. Mereka lupa bahwa untuk memanfaatkan alam, kita tidak perlu merusaknya.

Alam akan dengan sukarela memberikan manfaatnya pada kita kalau kita pun berbuat baik padanya. Kita gemburkan tanah, kita tanam benih, kita sirami, dan kita olah, alam akan memberikan hasil tanahnya pada kita. Ia akan memberikan bunga-bunganya yang indah, buah-buahnya yang lezat, dan kayu-kayunya yang kuat untuk dimanfaatkan oleh kita manusia. Dan seharusnyalah kita membalas kebaikan alam itu dengan kebaikan lagi. Kita berikan lagi apa yang alam perlukan. Kita gemburkan lagi tanahnya, tanam kembali benih-benihnya, dan pastikan mereka untuk kembali tumbuh dan berkembang. Begitu seterusnya. Siklus berkesinambungan cara kita berinteraksi dengan alam. Saling memberi dan membutuhkan.

Ketika kita tidak memperlakukan alam dengan baik, alam pun akan membalas dengan hal serupa. Kita mengotori sungai-sungai dengan sampah, alam membalasnya dengan mengirimkan banjir. Kita membuka lahan dengan membakar hutan, alam membalasnya dengan asap yang sekarang sedang kita rasakan. Alam tidak beraksi, ia hanya bereaksi. Ia hanya merespon apa yang sudah kita lakukan terhadapnya. Ia tidak memulai semuanya. Kita yang memulai.

Tapi kenapa orang-orang yang tidak bersalah juga terkena imbasnya? Kenapa sampai bayi yang tidak berdosa pun menjadi korban? Apakah alam membalas kita lebih dari apa yang kita lakukan? Apakah mereka membalas kepada semua manusia atas kesalahan yang dilakukan oleh segelintir orang? Mungkin alam mengingatkan kita bahwa kita sebagai manusia seharusnya mengingatkan manusia yang lain. Tidak tinggal diam. Saling mengingatkan dan memperbaiki perbuatan manusia lainnya yang sedang menyimpang. Mungkin alam mengingatkan pemimpin-pemimpin manusia untuk mengambil langkah tegas terhadap manusia lain yang dipimpinnya yang sedang salah langkah. Mungkin alam sudah lelah dan bosan dengan ketidakpedulian kita untuk saling mengingatkan sesama agar tetap menghargainya. Mungkin alam… Ah, ternyata semuanya kembali pada apa yang kita, manusia, lakukan pada alam. Alam hanya merespon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline