Lihat ke Halaman Asli

Dicki Ali Mukti

Content Writter, Educater, Science and Technology

Matinya Perguruan Tinggi: Persoalan UKT dan Nasib Mahasiswa yang Gak Sanggup Bayar

Diperbarui: 25 Mei 2024   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

   Pendidikan tinggi sejatinya memiliki peran yang strategis dalam upaya melahirkan dan mecetak generasi penerus bangsa tak terkecuali peruguruan tinggi di Indonesia. Namun, kenyataan hari ini memperlihatkan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang harus mengubur mimpinya hanya karena terbentur masalah biaya pendidikan. salah satu kebijakan yang menjadi perhatian adalah Permendikbud no. 2 Tahun 2024 tentang STANDAR SATUAN BIAYA OPRASIONAL PENDIDIKAN TINGGI PADA KEMENTERIAN PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DILINGKUNGAN KEMENETERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI. Salah satu kebijakan yang menjadi perhatian adalah berkaitan dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT), meskipun dimaksudkan untuk menyederhanakan dan menyesuaikan  pembayaran kuliah, ternyata menimbulkan berbagai problematika yang meresahkan. 

  Secara istilah dapat dikatakan bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran biaya kuliah yang diterapkan di perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. pada awalnya  Sistem ini diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada tahun 2013 melalui Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013. UKT bertujuan untuk menyederhanakan dan meratakan biaya kuliah dengan pengelompokan mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Secara teknis, mahasiswa yang berasal  dari keluarga dengan kemampuan ekonomi yang lebih rendah akan membayar UKT yang lebih rendah pula, sedangkan yang lebih mampu membayar lebih tinggi.

  Namun, penerapan UKT tidak luput dari kritik dan permasalahan. Ada beberapa isu utama yang menjadi sorotan:

1. Penentuan Kategori UKT yang Tidak Tepat Sasaran

  Dalam proses pengelompokan mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonomi sering kali tidak tepat sasaran . Banyak mahasiswa yang pada dasarnya  berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi ditempatkan dalam kelompok UKT tinggi sedangankan ada yang kemampuan ekonominya tinggi mendapatkan UKT yang elatif rendah. hal ini dapat terjadi disebabkan oleh minimnya data yang diperoleh sehingga tidak valid atau mekanisme dalam melakukan verifikasi yang tidak efektif. sehingga hal ini dapat membuat celah dalam melakukan kecurangan dalam verifikasi data.   

2. Keterbatasan Bantuan dan Beasiswa

   Meskipun banyak berbagai program beasiswa  yang di tawarkan oleh pemerintah, namun tidak lantas menjadi solusi. hal ini dikarenakan jumlah kuota penerima beasiswa yang sedikit  untuk menampung mahasiswa yang membutuhkan. Beasiswa yang adapun seringkali tidak terdistibusi secara merata dan dalama melakuakn pengajuan beasiswapun sering dengan persyaratan administrasi yang tidak mampu atau sulit di dipenuhi.

3. Dampak Pandemi COVID-19

   Pandemi Covid-19 tidak pula memperparah perekonomian keluarga di Indonesia. Banyak dari keluarga yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan dalam pendapatan, yang pada akhirnya berdampak pada kemampuan mereka membiayai pendidikan anak-anak mereka. Di saat seperti ini, meskipun ada kebijakan keringanan UKT, banyak mahasiswa yang tetap tidak sanggup membayar karena penurunan drastis dalam pendapatan keluarga.

  • Dampak bagi Mahasiswa

Konsekuensi dari masalah-masalah tersebut sangat dirasakan oleh mahasiswa, antara lain:

1. Putus Kuliah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline