Lihat ke Halaman Asli

WARDY KEDY

Alumnus Magister Psikologi UGM

Terpaan Media dan Partisipasi Politik Masyarakat Jelang Pilkada (NTT)

Diperbarui: 6 September 2020   12:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: KPU Manggarai Barat

Pesta demokrasi tidak akan berfungsi dan semarak tanpa adanya partisipasi politik dari masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi, maka pesta demokrasi itu menjadi lebih baik, karena menunjukkan bahwa masyarakat sudah cukup memahami masalah politik, serta terlibat aktif dalam kegiatan dan prosesnya.

Sebaliknya, jika tingkat partisipasinya rendah, maka diindikasikan bahwa pesta demokrasi tersebut kurang ideal, karena dianggap bahwa masyarakat tidak memberikan perhatian serius terhadap persoalan kenegaraan maupun terhadap proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pada bulan Desember yang akan datang, Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) akan berlangsung serentak di sejumlah daerah di Indonesia. Provinsi NTT-pun akan melangsungkan Pilkada di 9 Kabupaten, yakni, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat.

Para Kandidat atau pasangan calon (paslon) kepala daerah pun sudah mulai melakukan pendaftaran ke KPU masing-masing, (Pos Kupang, 4/9/20). Jika melihat situasi yang ada sekarang, para kandidat atau calon kepala daerah sudah/sedang melakukan deklarasi dan mulai memperkenalkan diri kepada masyarakat.

Akibat antusiasme masyarakat pendukung masing-masing paslon yang sangat tinggi, maka KPU pun membatasi jumlah orang yang datang mendaftarkan paslon jagoan mereka. Dari adanya fakta ini, muncullah beragam respon yang diungkapkan masyarakat terhadap apa yang mereka peroleh baik secara online lewat media sosial, maupun secara langsung (offline).

Bagi saya, antusiasme masyarakat merupakan suatu fakta bahwa partisipasi politik masyarakat tersebut cukup tinggi. Karena itu, kita patut berbangga atas partisipasi yang secara perlahan mulai ditampakkan oleh masyarakat kita.

Lebih jauh dari itu, kita mungkin perlu melihat bahwa partisipasi politik masyarakat (khususnya di NTT) tidak bisa hanya didefinisikan sebagai bentuk keterlibatan seseorang untuk 'memilih' atau 'tidak' dalam proses pemilihan. Akan tetapi, partisipasi politik harus dimaknai sebagai keterlibatan individu/kelompok terhadap berbagai proses yang terjadi dalam peristiwa memilih calon kepala daerah.

Beberapa kegiatan partisipasi bisa dilakukan dengan aktivitas menghadiri beragam acara politik, bekerja untuk salah satu pasangan calon, menyumbangkan uang untuk kampanye, menggunakan atribut untuk mendukung salah satu paslon, serta mencoba meyakinkan orang lain untuk memilih paslon tertentu.

Partisipasi Politik Masyarakat Secara Online

Secara umum, partisipasi politik masyarakat terbagi menjadi dua, partisipasi konvensional dan non-konvensional. Partisipasi politik konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern, antara lain: pemberian suara atau voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik atau administratif. 

Sementara partisipasi politik non-konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner, seperti, pengajuan petisi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, pengerusakan, dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline