Lihat ke Halaman Asli

WARDY KEDY

Alumnus Magister Psikologi UGM

Perilaku "Faking" Pelamar Kerja

Diperbarui: 11 Juli 2020   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: seputarpengetahuan.com

Pandemi masih mewabah. Tetapi mau tidak mau, kita harus terus bekerja untuk mempertahankan hidup. Ya, memang demikian adanya. Terkait kerja ini, setiap pelaku usaha, maupun perusahaan besar sudah harus mempersiapkan strategi terbaik agar bisa mencapai profit yang besar. Itu semua untuk menambal defisit yang terjadi akibat pandemi ini.

Bertolak dari situ, banyak organisasi, atau perusahaan dan pelaku usaha yang kemudian membuat strategi dengan membuka rekrutmen tenaga kerja baru yang lebih professional agar bisa dengan cepat mendongkrak laju peningkatan pendapatan.

Kita semua tahu, setiap kali ada perekrutan tenaga kerja, baik yang dilakukan oleh pelaku usaha, atau sebuah organisasi atau perusahaan swasta, maupun oleh Instansi Pemerintah, hampir pasti setiap pelamar (pencari kerja) akan menghadapi salah satu tahap yakni proses seleksi. 

Proses seleksi (selection) adalah suatu cara untuk mencari kandidat (pelamar) yang mempunyai keahlian atau pendidikan khusus yang telah diterapkan oleh perusahaan/instansi yang membutuhkan pekerja baru. Proses ini bertujuan untuk memilih, mana kandidat (pelamar) yang memenuhi persyaratan kerja dan mana yang tidak memenuhi.

Seleksi dapat dilaksanakan dalam rentang waktu yang singkat. Namun apabila proses seleksi digunakan dengan rentang waktu yang panjang, maka perusahaan/instansi akan lebih mudah mendapatkan kandidat yang terbaik untuk menduduki suatu jabatan.

Organisasi atau perusahaan/instansi akan melakukan proses seleksi untuk menemukan karyawan yang sesuai dengan tugas dan jabatan yang dibutuhkan. Proses seleksi terdiri atas beberapa prinsip seperti keahlian, pengalaman kandidat di masa lalu, umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, keadaan secara fisik maupun psikis.

Salah satu tahap seleksi yang dianggap sangat 'menegangkan' dan 'mencemaskan' adalah wawancara (interview). Ya, bisa dibilang wawancara adalah tahap seleksi yang pasti akan menguras banyak tenaga, karena perasaan kita (si pelamar) tentu akan bercampur aduk, antara gelisah, cemas, gugup, ragu-ragu, tidak percaya diri, khawatir dan masih banyak lagi perasaan negatif yang melelehkan peluh sekalipun dalam ruangan dingin ber-AC.

Inilah secuil pengalaman saya dan teman-teman lain tentunya, ketika berhadap dengan para pewawancara ketika melamar suatu pekerjaan.

Dalam tahap ini, wawancara adalah cara menyaring kandidat (pelamar) dengan memberikan pertanyaan terhadap hal-hal yang ingin diketahui dari pelamar tersebut. Beberapa hal yang biasanya ingin dicari saat melakukan wawancara antara lain, wawasan pelamar, keterampilan pelamar, pengalaman kerja pelamar, dan niat atau intensi si pelamar di masa mendatang jika diterima kerja.

Untuk hasil yang maksimal, maka dalam proses wawancara, seorang pewawancara harus menggunakan cara yang tepat agar dapat menemukan karyawan yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian pada bidang pekerjaan yang dibutuhkan. Law, S. J., Bourdage, J., dan O' Neill, T. A. (2016) berpendapat bahwa ada hampir setengah dari jumlah pelamar yang mengikuti proses wawancara akan melakukan faking dan memberikan kesan yang positif pada saat melakukan wawancara.

Faking interview adalah taktik/strategi dari seorang pelamar dalam 'memutarbalikkan' fakta jawaban pada saat wawancara kerja secara sengaja agar ia dapat memperoleh hasil yaitu berupa nilai yang tinggi dibanding dengan pelamar yang lainnya. Cara yang paling sering dilakukan adalah mengubah pandangan pewawancara sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline