Matius 6:1-6, 16-18
Seorang guru berasal dari Amerika ditugaskan di Jepang. Namun dia diminta untuk tidak membicarakan satu kata pun tentang kekristenan atau ajarannya selama mengajar. Ia dengan setia menjaga janji itu. Ia terus mengajar, dan memberi teladan kepada murid-muridnya sebagai seorang kristen yang taat dan setia, tanpa mengatakan ajaran kristen pada mereka.
Setelah beberapa tahun, teladan dan sikap hidup yang baik sebagai seorang Kristen akhirnya berpengaruh kepada muridnya, sehingga, tanpa sepengetahuannya, ada sekitar dua puluh murid di sekolah itu yang mengirim surat secara diam-diam kepadanya yang mengisyaratkan suatu perjanjian rahasia agar meninggalkan kepercayaan asli mereka dan mengikuti ajaran Kristen yang dinyatakan lewat teladan dan sikap hidupnya yang baik.
Baca juga : Teladan Hidup Berkeluarga di Kompasiana
Mereka akhirnya masuk seminari di Tokyo dan dilatih untuk menyebarluaskan Sabda Allah dan Iman Kristen yang telah diteladankan dengan sangat menarik oleh guru mereka kepada semua orang yang dikenal dan ditemui.
Dari kisah singkat ini, dapat kita lihat bahwa "Nilai sebuah perbuatan bukan bergantung pada yang hal lahiriah atau yang nampak, melainkan pada sikap hati dan teladan yang baik." Kehidupan kristen, bukanlah pameran untuk orrang lain, melainkan ungkapan kasih kepada Allah.
Karena itu, melakukan perbuatan baik dengan niat untuk dipuji orang bukanlah praktek hidup yang patut dikembangkan dalam Kekristenan. Apa yang kita buat untuk Tuhan dan sesama, harus benar-benar tulus tanpa pamrih dan pujian dari orang lain.
Melakukan suatu kewajiban dengan niat agar dipuji orang, tidak mendapat tempat di mata Tuhan. Kewajiaban untuk berbuat sesuatu harus didasarkan pada niat hati yang tulus ikhlas tanpa pamrih.
Baca juga : Mendalami Teladan Hidup Santo Agustinus, Bertobat dan Kembali kepada Tuhan
Yesus, dalam warta gembira yang ditawarkan penginjil Matius ini, menekankan tiga kewajiban utama seorang Kristen yakni beramal, berdoa dan berpuasa.
Dalam melaksanakan ketiga kewajiaban itu, kita diharapkan Yesus untuk selalu bersikap wajar, jujur, tulus ikhlas, dan hanya ada niat untuk memuliakan Allah dan menyucikan diri. Dengan begitu, yang tertanam dalam hati kita adalah benih kebaikan dan ketulusan cinta kepada Tuhan dan sesama. Derma, doa dan puasa harus menjadi ungkapan kasih setia yang mendalam kepada Allah dalam keheningan.