Gunung Kuno dan Penjaga Kegelapan
Setelah melewati Hutan Takdir yang penuh rintangan, Alena dan Cedric akhirnya berdiri di kaki Gunung Kuno. Pemandangan yang mereka lihat berbeda dari apa yang pernah mereka bayangkan. Gunung itu menjulang tinggi dengan puncaknya yang tersembunyi di balik awan gelap pekat. Udara di sekitarnya dipenuhi dengan aura magis yang begitu kuat hingga terasa seperti menekan dada, memaksa mereka untuk bernapas lebih pelan.
Cedric menggenggam gagang pedangnya dengan erat, matanya menatap puncak yang jauh di atas mereka. "Ini dia, Putri. Tempat di mana segala sesuatu akan berakhir---atau mungkin justru dimulai," ucapnya dengan nada yang dipenuhi keseriusan.
Alena diam, meresapi kata-kata Cedric. Sebuah perasaan asing mulai merayapi dirinya. Meski penuh tekad, ada kekhawatiran yang ia simpan di dalam hati. Gunung ini bukan hanya sekadar tempat, tetapi lambang dari semua ujian yang harus ia hadapi. Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, tanah di sekitar mereka bergetar keras.
Cedric segera siaga, mengangkat pedangnya. Alena merasakan getaran itu semakin kuat, seperti ada sesuatu yang muncul dari kedalaman bumi. Tak lama kemudian, sebuah sosok besar muncul dari tanah yang retak, tubuhnya terbuat dari bayangan hitam pekat, dan matanya yang merah menyala seolah memancarkan amarah yang tidak terhingga. Sosok itu menatap mereka dengan tatapan dingin, penuh kebencian.
Cedric menahan napas. "Penjaga Kegelapan..." gumamnya, suaranya bergetar oleh ketakutan yang ia coba sembunyikan.
Penjaga Kegelapan itu tertawa, suara tawanya menggema di antara lereng gunung, menyerupai angin ribut yang mengancam. "Tidak ada yang bisa melewati Gunung Kuno tanpa menghadapi aku," suaranya keras dan penuh keangkuhan. "Morgath telah mempercayakan penjagaan gunung ini padaku. Kalian tidak akan pernah mencapai puncak!"
Alena maju selangkah, memegang kristal Kunci Takdir dengan erat di tangannya. Ia bisa merasakan kekuatan yang terkandung dalam kristal itu, mengalir lembut tetapi kuat melalui tubuhnya. Alena tahu bahwa ini adalah ujian terakhir sebelum ia bisa mencapai artefak di puncak gunung. "Kita tidak akan mundur," kata Alena dengan penuh keyakinan, suaranya tegas dan lantang. "Kegelapan tidak bisa menghalangi cahaya."
Penjaga Kegelapan mendengus, kemudian dengan sekejap, ia meluncurkan serangan besar berupa bayangan gelap yang meluncur cepat ke arah mereka. Tanah di sekitar mereka bergetar hebat, menciptakan lubang-lubang di permukaan. Cedric, dengan keterampilannya sebagai seorang ksatria, maju dengan gesit, menebas bayangan-bayangan itu dengan pedangnya. Setiap kali pedangnya mengenai bayangan, serpihan kecil dari kegelapan menghilang, namun serangan demi serangan tidak kunjung berhenti.
Di saat yang sama, Alena tetap tenang, mengumpulkan kekuatan yang berasal dari kristal Kunci Takdir. Dengan napas yang teratur, ia mengangkat tangannya ke depan, dan dari kristal itu, cahaya putih yang sangat terang tiba-tiba menyala, menerangi area di sekitar mereka. Cahaya itu begitu terang dan kuat, menembus bayangan yang dilemparkan oleh Penjaga Kegelapan, memecah kegelapan di sekitarnya.