Lihat ke Halaman Asli

Diaz Radityo

Pendongeng keliling dan menulis

Tren "Tik Tok" dan Kelupaan Kita terhadap Sebuah Proses

Diperbarui: 4 Juli 2018   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokumentasi pribadi)

Siapa tak mengenal aplikasi Tik Tok? Saya rasa hampir semua kalangan menggunakannya, dari selebritis sampai bayi yang baru lahir pun sudah dikenalkan. Sehingga menjadi sebuah keharusan kita untuk melakukan "wajib lapor" kepada aplikasi ini jika sedang melakukan aktivitas apapun.  

Aplikasi besutan Bytemod Pte. Ltd ini telah mampu membuat sekitar 50 juta orang di seluruh dunia rela memasangnya di gawai mereka. Sungguh, aplikasi ini mampu memberikan kesegaran bagi warganet.

Penggunaannya yang relatif mudah dengan berbagai fitur menarik di dalamnya membuatnya menjadi lebih familiar untuk digunakan. 

Semuanya tampak bahagia dalam merayakan keberadaan TikTok di negeri ini. Lalu muncullah para influencer baru di dunia maya dan serta merta mereka dipuja-puja bak kerang ajaib milik Spongebob Squarepants. Bahkan rela menjual nalar dan nurani mereka demi bertemu sang idola.

Sebenarnya sah-sah saja mereka mengunduh aplikasi tersebut, toh saya juga tidak membelikan kuota dan gawai mereka. Tetapi ada yang menarik untuk dikaji sejak meledaknya aplikasi tersebut di pasaran. 

Menyitir Koentjaraningrat bahwa teknologi merupakan bagian dari sebuah kebudayaan, maka dapat disimpulkan pula bahwa aplikasi Tik Tok mau tidak mau menjadi bagian kebudayaan di Indonesia. 

Secara spesifik fenomena ini dapat disebut sebagai pop culture. Mengacu pada pengertiannya, pop culture merupakan sebuah budaya yang sedang tren atau mainstream di kalangan masyarakat. Dan tampaknya, negeri ini sedang merayakan budaya populer tersebut. Wacana mengenai pop culture sebenarnya tidak hanya terbatas pada aplikasi saja melainkan bisa juga membincangkan mengenai sastra, film, musik dan produk kebudayaan lainnya.

Tak dapat dipungkiri Tik Tok telah menjadi kesadaran kolektif bagi para remaja di Indonesia. Semua beramai-ramai untuk ikut dalam kehebohan massal ini.

Memang, Tik Tok akan membuat mudah meraih eksistensi dan pundi-pundi uang dan itu sudah terbukti. Mudahnya mengakses aplikasi Tik Tok membuat orang dengan mudahnya menjadikannya sebagai media pembelajaran bagi kehidupannya apalagi sifatnya yang kekinian. 

Tik Tok yang digunakan sebagai contoh dalam proses pembelajaraan kebudayaan membuat para penggunanya mengalami kejutan budaya (culture shock).

Perlu diingat bahwa kebudayaan itu adalah cara berperilaku manusia dalam merespon lingkungannya. Jadi menjadi sebuah kewajaran jika semakin banyak orang yang menjadi anggota generasi tunduk alias menunduk menghadap gawai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline