Negara Indonesia adalah wilayah yang sangat unik. Salah satu keunikannya adalah keadaan geografis yang dimiliki oleh negeri ini. Gugusan pulau yang memanjang dari timur ke barat merupakan sebuah daya tarik tersendiri yang hanya dimiliki oleh negeri ini. Tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa keadaaan geografis yang dimiliki membuat deposit sumber daya alam yang terkandung di dalam perut ibu pertiwi melimpah. Tidaklah mengherankan bila seharusnya Indonesia bisa menjadi sebuah negara yang kaya dan makmur.
Namun teritori dan keadaan geografis yang luas dan beraneka ragam tersebut juga menanggung konsekuensi yang banyak pula. Diferensiasi geografis merupakan salah satu faktor yang menyebabkan munculnya berbagai kebudayaan di seluruh Indonesia. Masyarakat secara tidak sadar atau sadar akan melakukan adaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Sehingga di setiap wilayah di negera ini memiliki pola adaptasi yang berbeda pula dalam menanggapi berbagai hal yang mungkin muncul di wilayah yang mereka huni. Salah satu yang akhir-akhir ini sedang menjadi topik hangat diperbincangkan adalah mengenai bencana yang sering melanda di Indonesia. Menjadi ironi ketika keadaan geografis ini memiliki dua sisi. Suatu saat menjadi sumber pendapatan namun di sisi lain menjadi sebuah ancaman.
Kedatangan bencana yang tidak bisa diprediksi membuat semua orang menjadi was-was akan keselamatannya. Tentu diperlukan sebuah pendekatan holistik dalam memandang masalah bencana. Terkait dengan keberagaman yang dimiliki oleh negara ini. Kadang kala membuat penanganan masalah bencana menjadi kurang efektif dan efisien. Diperlukan sebuah kesamaan pandangan bagi semua pihak dalam menghadapi bencana yang datang. Pastinya semua pihak tidak mengharapkan terkena bencana.
Ranah pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mengenalkan masalah bencana bagi siswa. Minimal mereka bisa memahami gejala, paham ketika terjadi situasi tanggap darurat, dan mampu melakukan tindakan pertolongan pertama bagi lingkungan di sekitarnya. Tentunya di setiap tingkat pendidikan memiliki level yang berbeda pula dalam peyampaian materi mengenai bencana. Semakin tinggi tingkatnya semakin kompleks juga hal yang diberikan. Misalnya saja dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, para siswa dapat diajak untuk membuat poster mengenai tata cara evakuasi yang benarSelain itu, kurikulum muatan lokal yang masih diberikan bagi para siswa merupakan senjata yang ampuh dalam penyampaian materi bencana. Muatan lokal Bahasa Jawa contohnya, para siswa jauh akan lebih bisa memahami karena dijelaskan dalam bahasa ibu yang sehari-hari mereka gunakan. Nantinya para siswa hendaknya bisa menjadi pionir dalam menghadapi bencana. Mereka dapat memainkan perannya di masyarakat. Kita harus ingat pula bahwa sebuah ilmu kiranya juga memuat nilai kekinian. Masalah bencana sudah selayaknya diperkenalkan dalam muatan lokal
Tidak boleh dikesampingkan pula bahwa bahasa merupakan bagian paling penting dalam sebuah masyarakat. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sedangkan kebudayaan sendiri disusun oleh kesadaran kolektif atau kesepakatan bersama dan dijalankan di dalam masyarakat.
Lagipula, muatan lokal sebenarnya merupakan perwujudan dari kearifan lokal. Isi muatan lokal hendaknya perlu dipertimbangkan lagi, mengingat pentingnya peran yang diemban dalam menyampaikan sebuah pesan melalui kacamata masyarakat lokal dimanapun berada. Dalam mengatasi bencana. Masyarakat pun tentu akan jauh lebih memahami karena mereka setiap hari sudah menjadi bagian dari kearifan lokal. Inilah saatnya bagi para pihak terkait untuk berkoordinasi dalam mengatasi masalah bencana. Bukankah akan lebih indah jika kita semua dapat hidup berharmoni dengan alam ? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H