Lihat ke Halaman Asli

Diaz Abraham

TERVERIFIKASI

Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Bunga Api Merekah di Timur Eropa

Diperbarui: 28 Februari 2022   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prajurit Ukraina duduk di atas kendaraan lapis baja pengangkut personel yang mengemudi di jalan di wilayah Donetsk, Ukraina timur, Kamis (24/2/2022). Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Kamis mengumumkan operasi militer di Ukraina.| Sumber: AP PHOTO/VADIM GHIRDA via Kompas.com

Musim dingin kali ini di Eropa Timur terasa makin menusuk. Menyeruak ke daging hingga sumsum orang-orang di sana, tatkala bunga api betebaran di udara. 

Eropa, wilayah yang jadi kiblat kemewahan dan kemajuan peradaban kembali menunjukan sisi lainnya, yakni ketamakan. Moncong senjata sekali lagi menjadi jawaban atas keresahan yang mengusik nalar dan pandangan politik bangsa, dalam kasus ini Rusia dan Ukraina. 

Kedua negara yang bertetangga akhirnya menabuh genderang perang. Vladimir Putin dengan kekuatan militernya menggempur pertahanan Ukraina sejak pengumuman invasi pada 24 Februari 2022 kemarin. Situasi begitu cepat berganti, sebab sebelumnya peningkatan tensi hanya terjadi sebatas perang urat syaraf dua negara. 

Perang keduanya merupakan buntut dari kedekatan Ukraina pada NATO. Tentu ancaman di teras rumah Rusia ini merupakan masalah serius bagi mereka, sebab bukan rahasia umum kalau negara Beruang Merah memang anti terhadap aliansi yang digawangi oleh Amerika, bahkan konflik ini sudah mengakar sejak perang dingin beberapa dasawarsa silam, ketika mereka masih bernama Uni Soviet. 

Hagemoni masa lalu menjadi teori lain yang melatarbelakangi penyerangan tersebut. Putin dalam keterangannya pernah berkata bahwa Ukraina merupakan bagian dari Rusia yang "dicuri" ketika Soviet runtuh. 

Namun jika dilihat dari pernyataan Putin saat mengumumkan invasi militer ke Ukraina, pihaknya menyerang dengan alasan melindungi warga dari sasaran pelecehan dan genosida selama delapan tahun. Permintaan perlindungan tersebut dikabarkan datang dari kelompok separatis di Ukraina Timur. 

Sumber gambar: Sky News

"Dan untuk tujuan ini, kami akan berusaha untuk mendemiliterisasi Ukraina dan mengadili mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap orang-orang damai, termasuk warga negara Rusia." dikutip dari TASS, Jumat (25/2/2022).

Perang lagi-lagi menunjukan seninya. Pertumpahan darah demi gengsi, harga diri, dan tanah kekuasaan kembali terjadi. Peradaban yang katanya makin maju, nampak tak dibarengi dengan akal budi. Sekali lagi, kepintaran mengelabuhi hati. 

Mungkin inilah kutukan manusia dari tanah, bukti erotisme yang tak kita sadari menjadi sebuah sangsi. Bahwa sesungguhnya tak ada yang pasti dan rakyat hanyalah ilusi ketika politik dan kekuasaan memainkan lakonnya, menujukan supermasi demi sebuah pencapaian bernama kejayaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline