Lihat ke Halaman Asli

Diaz Abraham

TERVERIFIKASI

Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

"Sport Minded" Ala Bung Karno Dilecehkan Lelucon dari Liga "Gocek Traveluka"

Diperbarui: 21 November 2017   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pertandingan sepak bola (Foto: Pixabay/Pexels)

Indonesia ibarat anak bawang. Ia tidak terlalu diperhitungkan dalam percaturan kekuatan dunia, tapi punya kekayaan yang nantinya dapat digunakan untuk menguasai atau setidaknya menggeser kekuatan-kekuatan negara adikuasa terdahulu, percayalah.

Negara dunia ketiga, begitulah sebutan untuk negara berkembang dan sialnya kita berada di sana hingga hari ini. Walau berada di jalur tepat menuju sebutan negara maju, nampaknya geliatnya hanya ada di ranah politik dan ekonomi, tanpa olahraga. Terutama sepak bola.

Berkat label sebagai negara dunia ke tiga, sejarah kita di rampas, kekayaan di bumi Nusantara waktu itu dilahap untuk kepentingan perang dunia, kultur serta nilai budaya juga diacak-acak dengan masuknya sistem kolonial seperti pembagian wilayah dari bentang alam macam gunung atau sungai, pembangunan kraton baru, serta perjanjian-perjanjian dengan "pemilik wilayah" di Nusantara.

Jadilah mereka, para imperialis, dengan ponggahnya mengklaim bahwa merekalah pemilik peradaban dunia. Hingga akhirnya Nusantara yang khas akan nuansa dalam negeri mendeklarasikan diri sebagai wilayah dengan penduduknya yang merdeka dan mengganti nama menjadi Indonesia, sebuah nama dengan nuansa barat serta identik sebagai wilayah "bekas" jajahan.

superball.bolasport.com

Setelah merdeka, salah satu tokoh paling menonjol saat itu yakni Soekarno diangkat sebagai Presiden Pertama Indonesia. Dengan semangat nasionalisme dan anti imperialisme, ia menjadi salah satu inisiator pembentukan negara non blok, Serta paling fenomenal, membuat "Games of the New Emerging Forces" (Ganefo), ajang olahraga tertinggi saat itu bagi negara "terluka" dan negara penganut sistem sosialis.

Indonesia sebagai tuan rumah bersolek diri, menghias Jakarta dengan patung megah serta membangun Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno pada 8 Februari 1960 dan di buka pada 24 Agustus 1962 untuk menunjukan bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat dan mampu bersaing dengan negara maju lainnya terutama dalam hal olahraga.

Selain ajang unjuk gigi, semangat olahraga adalah perhatian serius bagi Bung Karno. Sejak tanggal 10-22 November 1963, Ganefo dihelat. Selama itu pula semangat "sport minded" menjadi ujung cita-cita Bung pada rakyatnya.

Olahraga menurut Bung Karno tak hanya berkutat pada kekuatan fisik, tapi lebih dari itu yakni pengembangan raga untuk menunjukan kekuatan negara. Sukarno yakin di negara dengan olahraganya yang kuat biasanya soliditas bangsanya juga kuat.

www.sumber.com

Di masa Bung Karno, semua ras bersatu. Sebanyak 400 atlet dan official dalam ajang Ganefo terdiri dari semua suku bangsa di Indonesia. "Sport minded" artinya tak hanya memperkuat negara tapi juga tentang penghormatan pada keragaman negeri ini.

Untuk itu ia amat bersemangat membuat olimpiade tandingan bernama Ganefo serta mempercayakan Mentri Olahraga saat itu, Maladi untuk mempersiapkan semuanya selama 200 hari. Bung Karno berpesan pada Maladi " Maladi, engkau aku jadikan Menteri Olahraga dan perintahku kepadamu ialah buatlah seluruh bangsa Indonesia ini sport minded. 

Dari orang Indonesia yang sudah kakek-kakek, Nenek-nenek sampai kepada anak-anak yang masih kecil, jadikan seluruh Rakyat Indonesia sport minded. Kuperintahkan: gerakkan, gerakkan, gerakkan seluruh bangsa Indonesia dan seluruh bangsa New Emerging Forces ini, dengan cara yang sehebat-hebatnya,".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline