Lihat ke Halaman Asli

Diaz Abraham

TERVERIFIKASI

Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Gaya Kepemimpinan Khas Orde Baru

Diperbarui: 15 September 2016   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

waspada.co.id

Kisah ini dimulai dari cara mendapatkan kekuasaan. Damarwulan, seorang biasa yang mampu memperistri Ratu Majapahit. Dia harus menjalani hidup penuh derita sebelum merengkuh singgasana.

Pertama, ia harus berguru pada Eyang Resi di gunung, kemudian mengabdi di kepatihan sebagai tukang kuda. Disana ia mendapat pelajaran salah satunya menghilangkan segala sifat buruk dalam hatinya.

Cerita ini menjadi dongeng tidur bagi anak-anak Jawa terdahulu sebagai suri tauladan jika kelak ingin menjadi seorang yang hebat. Mereka harus berguru kemudian mengabdi sembari mengalahkan ego di sanubari, intinya seperti kata pepatah "berakit-rakit ke hulu, bersenang-senang kemudian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian,".

Tapi Ken Arok harus dijadikan pengecualian. Cerita Lelaki yang hidup liar tapi beubah menjadi raja dari dinasti baru dan sukses menjetak raja-raja di kemudian hari menggantikan keturunan-keturunan Airlangga.

Kedua cara mendapatkan tanggup kekuasaan ini memang berbeda, yang satu lahir dari sistem mapan sedang yang satunya besar berkat pertententangan. Jelas sekali keduanya memiliki dampak berbeda, karena Damarwulan sebagai contoh pertama lahir dari sistem yang di anut saat itu, riaknya tak terasa. Tetapi naiknya Ken Arok menuju pucuk kepemimpinan melahirkan gejolak di lapisan rakyat karena menentang apa yang sudah ada.

Ken Arok mendapatkan kekuasaannya dengan cara membunuh Pemimpin Tumapel, salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Kediri, Tunggul Ametung. Dia membunuh Tunggul Ametung dengan bantuan kris sakti yang dibuat oleh Mpu Gandring.

Cara apapun yang di tempuh, toh hingga kini keduanya sah saja dilakukan tetapi keabsahannya harus di perhatikan. Manusia memerlukan sebuah pembenaran akan sesuatu layaknya Ken Arok yang mengaku sebagai penjelmaan Wisnu. Jika keabsahan ini tak ada, kepemimpinan hanyalah sebuah paksaan, pertentangan akan terjadi di kemudian hari.

Cerita keduanya mengingatkan kita akan kekuasaan yang diperoleh oleh Soekarno maupun Soeharto. Soekarno mendapatkan kursi RI 1 berkat perjuangannya melawan penjajah, sehingga masyarakat memiliki kepercayaan tinggi kepadanya. Pemilihannya sebagai presiden pun jelas melalui sidang KNIP pada 18 Agustus 1945.

Sementara Soeharto, kita tau dia mendapatkan kekuasaan dengan cara yang masih menjadi kontroversi yaitu melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar). Banyak kalangan menilai surat tersebut ditunjukan untuk mengamankan situasi di Indonesia. Tetapi Soeharto menafsirkannya secara berbeda, dia menilai surat tersebut merupakan perintah Presiden Soekarno untuk pengangkatan dirinya menjadi Presiden.

inspirasimagz.com

Lalu, seperti Ken Arok, "tumbal" untuk melanggengkan jalannya Soeharto begitu banyak mengacu pada seluruh korban dalam rangkaian peristiwa G30S. Sama seperti Ken Arok yang berhasil membangun Tumampel dan di kemudian hari mendeklarasikan diri sebagai kerajaan merdeka, Soeharto berhasil membangun dinastiya sendiri dengan sebutan Orde Baru.

Cara jatuhnya kekuasaan Ken Arok dan Soeharto pun sama, yaitu dengan darah. Bedanya, Ken Arok jatuh dari kekuasaannya karena dibunuh anak tirinya bernama Anuspati, sedangkan Soeharto lewat ribuan nyawa akibat peristiwa 98.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline