Pers sangat penting bagi negara penganut sistem demokrasi, hal ini di sebabkan karena titik kekuasaan demokrasi di pegang oleh rakyat. Sementara itu guna mengetahui situasi di negaranya, masyarakat harus melihatnya dari berbagai sumber berita. Berita adalah sebuah informasi yang di cari di olah berdasarkan fakta yang ada oleh wartawan, sehingga berita adalah salah satu produk pers.
Karena pengaruh besarnya terhadap peta perpolitikan Indonesia, pers diangkat menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan yang di kembangkan oleh Taufiq Kiemas dan dicetuskan pertama kali oleh Mertuanya sekaligus Presiden Pertama R.I Ir. Soekarno. Selain pers di dalam kerangka empat pilar kebangsaan terdapat eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Tetapi akhir-akhir ini Pers Indonesia mendapatkan berita yang kurang sedap menyangkut salah satu harian terbesar dan terkenal Indonesia yaitu Tempo. Tempo dituding berbalik arah menyerang Gubernur DKI Jakarta, Basuki C.P atau Ahok, padahal sebelumnya pemberitaan Tempo dinilai beberapa kalangan mengangkat citra Ahok. Banyak isu yang beredar akibat kisah yang kurang elok itu, mulai dari pendapatan Tempo kian menurun dan sebagainya.
Melihat situasi ini, ada baiknya masyarakat lebih bisa menilai mana berita yang layak dan tidak untuk di baca, mana media yang transparan dan sebaliknya, serta bagaimana cara kita sebagai masyarakat untuk memilter semua berita agar kita tidak terhanyut dalam “setting” media. Mari simak ulasannya berikut ini.
Sebenarnya banyak sekali kecurangan yang terjadi di dalam pencarian maupun pembuatan berita. Kecurangan itu terjadi mulai dari pewarta maupun petinggi media. Mari kita mulai dengan para pewarta atau wartawan pembuat berita.
Wartawan kita klasifikasikan menjadi beberapa bagian, ada wartawan, wartawan kacangan maupun wartawan jelmaan. Wartawan jelmaan adalah orang yang datang ke sebuah forum diskusi yang mengundang wartawan untuk meliput. Mereka, (dibaca: wartawan jelmaan) bukan wartawan, mereka hanya mengaku sebagai wartawan tetapi tidak memiliki naungan atau perusahaan.
Mereka datang ke forum tersebut hanya mencari uang, biasanya mereka meminta secara paksa kepada humas atau penanggung jawab acara. Para wartawan jelmaan tahu akan ada acara biasanya dari orang yang dimintai uang oleh mereka, karena sang humas atau penanggung jawab acara telah tertipu oleh para wartawan jelmaan itu. Selain itu ada juga mantan wartawan yang tidak dipakai lagi sehingga menjadi wartawan jelmaan tadi atau biasa disebut bodrek.
Wartawan model tadi biasanya tidak mempublikasikan jalannya acara karena memang dia tidak memiliki media naungan, terkadang dia hanya menggunakan blog atau situs yang telah dia buat-buat sendiri. Sehingga masyarakat harus hati-hati jika ingin membaca berita.
Penulis juga pernah menjadi korban wartawan jenis ini, karena waktu itu ada seseorang yang menggunakan nama serta media tempat saya bernaung untuk masuk ke acara. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan karena bisa mencoreng kredibilitas.
Wartawan jenis kedua adalah wartawan kacangan, mereka memiliki media tempat bernaung tetapi tetap menerima uang hasil liputan. Menerima uang merupakan hal paling haram dalam dunia pers, hal ini bisa mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu dan berdampak pada tulisan yang kita buat.
Uang tersebut diberikan untuk mengangkat citra perusahaan atau seseorang di mata masyarakat. Hal ini yang paling ditakutkan oleh insan pers karena fungsi pers adalah untuk mendidik dan mengawal pemerintah tetapi beritanya bisa dipermainkan.