Lihat ke Halaman Asli

Diaz Abraham

TERVERIFIKASI

Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Cinta di Tengah Api "98"

Diperbarui: 20 Mei 2016   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kali ini aku beruntung mendapatkan kesempatannya untuk melakukan perjalanan ke Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Kota yang menjadi impian bagi setiap orang di desa untuk mengais rezeki. Maklum saja, kota ini merupakan pusat ekonomi di negri yang letaknya dalam kawasan Asia tenggara.

Perjalanan ku Kali ini adalah berkah sekaligus bencana bagi ku karena aku mendapatkan tugas yang tak biasa dari kantor yakni meliput demonstrasi menggulingkan rezim orde baru. Awalnya aku merasa senang tapi setelah mendengar dari radio beberapa Hari belakangan nyali ku menciut. Karena semua siaran itu berbicara mengenai letupan demonstrasi di jakarta.

Tibalah Hari minggu tanggal 11 mei, perjalanan ku di mulai. Seluruh perlengkapan sudah di persiapkan jauh Hari sebelumnya, maklum saja aku adalah orang kampung asal Jogjakarta sehingga memiliki minat sangat besar untuk mencicipi gemerlapnya Jakarta. Tiket atas nama Raden Mas sunggono telah di genggaman aku berangkat menggunakan Penerbangan pertama pukul 05.00.

Kali ini aku beruntung karena ada kerabat ku yang mau mengantar ku ke bandara juanda. Sejak pukul 04.00 aku mulai perjalanan. Diatas motor antik tahun 80an keluaran jepang, aku menikmati detik2 terakhir ku di tanah kelahiran. Aku terus memperhatikan jalanan di sepanjang perjalanan seperti tak akan pernah kembali ke tanah jawa tempat ku berpijak. Semilir angin mengalun lembut dalam sela-sela perjalanan, hal ini menambah kerinduan yang akan aku rasakan nanti.

azan subuh mulai berkumandang. Lampu-lampu jalanan mulai di matikan. Ayam berkokok menyambut pagi Dan aku merasakan bahwa sang ayam memberikan kokokannya untuk melepas kepergian ku ke dalam rimba.

Setelah momen itu berlangsung andi berucap pada ku untuk menjaga keselamatan di Jakarta. Karena situasi Jakarta yang tidak menentu. Aku hanya bisa mendengar pernyataannya dan berusaha menenangkannya dengan berujar bahwa aku, seorang wartawan, akan memiliki penjagaan ekstra dari polisi.

Aku amat sangat senang dengan momen Kali ini karena aku bisa bertemu seseorang yang telah lama aku rindukan. Tetapi aku tak tau bahwa ini akan menjadi perjalanan yang tak terlupakan bagi ku.

Pukul 04.30 aku sampai di bandara Juanda. Jantung ku berdebar kencang maklum saja bagi orang kampung seperti ku naik pesawat merupakan hal langka. Bahkan aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya.

Aku langsung berpamitan dengan rekan sejawat ku bernama andi, lambaian tangan menjadi momen paling emotional bagi ku. Kali ini menjadi perjalanan terpanjang ku selama 26 tahun umur ku. Suasana bandara masih sepi pagi itu apa lagi pintu keberangkatan menuju Jakarta, sepertinya kota ini bukan lagi primadona saat ini.

Tepat pukul 05.00 aku mulai menaiki pesawat. Perjalanan menuju Jakarta akan di tempuh selama dua jam. Benar saja, aku merasa semakin panik ketika pesawat mulai mengudara. aku panik setengah mati. Butiran keringat sebesar biji jagung mulai becucuran. Wanita di samping ku mengamati ku. Mungkin saja muka aku pucat pasi akibat guncangan yang terjadi. Tangan ku bergetar, aku tidak bisa berkata apapun.

Untung saja aku telah lama menyiapkan senjata untuk mengatasi rasa takut ku. Kurogoh saku dalam jaket ku Dan ku ambil satu butir obat penenang sembari berdoa supaya aku masih bisa bangun ketika sampai di Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline