Lihat ke Halaman Asli

Diaz EkaYovitiardo

Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Airlangga

Cedera ACL dan Hantu yang Membayangi Pemain Sepak Bola

Diperbarui: 20 Juni 2022   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang dialami oleh punggawa Liverpool, Virgil Van Dijk, Cedera ACL memberikan impact yang begitu besar bagi pemain maupun tim. Pickford yang melanggar Van Dijk kala itu, langsung mendapatkan cacian dan makian dari sekelompok The Kops. Liverpool yang digadang -- gadang memutus hegemoni Manchester City kala itu harus kembali gagal karena ketiadaan bek tangguh yang menjaga sisi belakang.

Cedera adalah risiko yang nyata bagi seorang atlet tanpa terkecuali. Banyak dari mereka yang tidak bisa mengembalikan peformanya seperti sedia kala setelah mengalami cedera, bahkan tak jarang ada yang harus mengakhiri karirnya sebagai atlet. Berbagai regulasi telah diterapkan oleh induk organisasi olahraga terkait, seperti pada cabang olahraga sepak bola yang mengharuskan pemain menggunakan deker sebagai pelindung tulang betis atau fibula. Fibula sendiri merupakan tulang yang rawan terhadap cedera mengingat tingginya intensitas gesekan dengan area lisfranc atau area kaki tengah yang mencakup punggung kaki.

Namun, diantara berbagai cedera yang ada, yang menjadi momok mematikan bagi mayoritas atlet adalah cedera Anterior Cruciate Ligament atau biasa disebut cedera ACL. Cedera ACL adalah cedera yang terjadi pada ligamen lutut yang mengakibatkan tulang kering tidak bisa meluncur ke depan. ACL memiliki fungsi sebagai stabilitator sehingga atlet yang terlena cedera ACL akan merasakan bengkak dan sakit pada daerah lutut. Menurut survey dari American Academy of Orthopedic Surgeons, Perempuan memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi daripada laki -- laki. Hal ini dibuktikan dengan wanita memiliki kecenderungan dua hingga sepuluh kali untuk mengalami cedera tersebut daripada atlet pria.

Pemain sepak bola sendiri dengan intensitas gesekan dan tubrukan yang relatif tinggi antar kaki, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi terhadap cedera ACL daripada cabang olahraga lain. Selain itu, Intensitas yang tinggi dalam hal pergerakan mendadak yang memaksa lutut untuk menjaga keseimbangan secara tiba -- tiba juga turut mempengaruhi hal tersebut. 

Terlebih, untuk saat ini terdapat lapangan dengan rumput sintetis yang dianggap memiliki biaya maintenance lebih murah nyatanya juga menjadi faktor pendukung terjadinya cedera ACL. Rumput sintetis memiliki tekstur dan kontur yang lebih licin daripada rumput biasa pada umumnya.

ACL tidak hanya menyerang bagian lutut pemain sepak bola, cedera ACL menyerang hampir keeseluruhan karir pemain sepak bola. Ibarat mesin yang pernah mengalami kerusakan, mesin tersebut tidak akan pernah bekerja secara optimal lagi. 

Peforma pemain yang pernah mengalami cedera ACL juga akan mengalami hal seperti itu, mereka tidak akan pernah mencapai level 100% lagi, beberapa akan turun sedikit, beberapa mungkin akan mengalami penurunan drastis yang memaksanya untuk berhenti dari dunia olahraga sebagai atlet.

Pemain yang mengalami cedera ACL akan mengalami rasa sakit terus menerus pada sekitar lutut. Tentu hal tersebut adalah kondisi yang tidak memungkinkan untuk terus melakukan aktivitas sebagai atlet. 

Intensitas gerakan yang tinggi yang memaksa lutut agar terus menerus menjadi stabilitator, sementara pada daerah tersebut telah mengalami kerusakan akan menjadikan tubuh terasa tidak seimbang yang berujung pada mudah jaduhnya penderita cedera tersebut. 

Cedera ACL akan membuat sendi mengalami kerobekan yang berujung pada pembengkakkan pada bagian lutut tersebut.

Cedera ACL tidak terjadi karena suatu tabarakan atau kontak fisik lainnya. Cedera ACL terjadi karena adanya intensitas tinggi pada pergerakan fisik manusia. Sehingga, dapat kita artikan bahwa cedera ACL terjadi karena pergerakan tubuh yang salah yang terjadi pada tubuh manusia. Dalam proses penyembuhannya, terapi non -- operatif seperti pemakaian brace lutut dirasa kurang maksimal. Terapi operatif sendiri dilakukan apabila terdapat kegagalan pada tindakan non -- operatif yang ditandai dengan keluhan ketidakstabilan lutut yang menetap. Terapi penyembuhan operatif juga dilakukan jika robekan ACL mencapai derajat tiga atau putus total.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline