Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Popularitas Desa Wisata Manding

Diperbarui: 18 Mei 2016   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ingin mencari kerajinan kulit dengan harga merakyat tapi kualitas ekspor? Datang saja ke Desa Manding di Bantul.

Manding merupakan sebuah desa sentra kerajinan kulit yang berlokasi di persimpangan Jalan Parangtritis KM 11 atau tepatnya di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Manding, Sabdodadi, Kabupaten Bantul. Tepatnya di titik X: 428333 dan Y: 9127237. Sentra kerajinan ini tidaklah lagi asing bagi masyarakat lokal utamanya yang berasal dari Yogyakarta. Terdapat kurang lebih 20 toko dengan pola linier yang menjual produk yang sama yakni produk hasil produksi kulit hewan. 

Baik kulit sapi, ular, maupun buaya. Beberapa contoh hasil produksi diantaranya adalah ikat pinggang, tas, dan juga dompet. Popularnya industri kulit tersebut, tentu memberikan banyak keuntungan terhadap pemilik maupun karyawan yang bekerja disana. Namun tentu perlu dipertanyakan bagaimana kondisi penduduk sekitar, apakah terganggu dengan kepopuleran manding, apakah mereka mengalami kerugian, atau apakah mereka mendapatkan keuntungan layaknya pemilik kerajinan kulit.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu warga asli Desa Manding yang bekerja sebagai tukang parkir, Bapak Teguh mengatakan bahwa penduduk disekitar Manding tidak terganggu dengan dijadikannya manding sebagai desa wisata (24/4). Hal ini disebabkan karena sebagian besar warga diuntungkan dengan tersedianya pekerjaan yakni sebagai karyawan, pedagang, tukang parkir, pelayan toko, atau bahkan pekerja pabrik. 

Beliau juga menunjukkan letak pabrik atau home industry tempat mengolah kulit yang diambil dari Magetan. Letaknya hanya dibelakang toko-toko kerajinan kulit ini saja. Kekhawatiran akan tercemarnya limbahpun ternyata sudah dibuang jauh-jauh dari pikiran warga semenjak telah dibuatnya penampungan limbah khusus di dekat sungai. Beliau juga mengatakan bahwa tempat penampungan limbah ini tidak menimbulkan kekhawatiran karena sudah dilengkapi dengan system pendaur ulang.

Desa Manding ini tidak hanya terdapat kerajinan kulit saja sebagai bentang budayanya, melainkan terdapat bentang alam juga yaitu adanya sungai. Meskipun sungai tersebut tidaklah terlalu besar, namun cukup memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Sungai merupakan bentukan dari bentanglahan fluvial. Sungai di Manding tersebut lebih dominan oleh proses sedimentasi dan erosi. Dapat dilihat dari kedalaman sungai yang dangkal karena endapan material dan pinggiran sungai yang tidak terlalu curam. 

Menandakan bahwa pinggiran sungai mudah untuk mengalami erosi. Debit yang dihasilkan oleh sungai tersebut tidaklah besar, hanya sekitar 0.3 m/detik saat air permukaannya normal. Namun warna air permukaan sungainya keruh dan berbau amis. Hal tersebut sangat disayangkan, melihat pemanfaatan sungai ini sebagai peternakan bebek dan untuk kepentingan irigasi. Jenis tanah di sekitar sungai bertekstur pasiran dan berwarna coklat basah dengan relief datar. Di pinggiran sungai tidak jarang ditemui pohon Bambu dan semak belukar yang memiliki pola linier mengikuti aliran sungai. Hanya satu hal yang disayangkan yaitu masih adanya tumpukan samaph yang berada di pinggiran sungai.

Desa ini notabene terletak di pinggiran kota. Meskipun begitu kepadatan penduduknya cukup tinggi, yakni 55 kepala keluarga/RT. Dengan pola pemukimannya yang linier mengikuti pola aliran sungai. Mayoritas penduduk bekerja sebagai pengrajin kerajinan kulit, namun ada juga yang sebagai penambang pasir, bekerja di peternakan dan sebagai petani. Tak jarang dapat ditemui beberapa penambang pasir yang sedang bekerja di sungai. Dulunya penduduk juga ada yang memiliki tambak di sungai ini, namun saat air permukaan tinggi tambak penduduk ikut hanyut karena arus sungainya besar. Hingga kini penduduk sekitar belum mau lagi membuat tambak seperti dulu. Bekerja sebagai pengrajin kerajinan kulit ternyata merupakan tradisi turun temurun. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan jenjang pendidikan penduduk yang dominan hanya sampai SMA/SMK.

Meskipun berada di pinggiran kota, namun adat istiadat yang berupa merti dusun masih terus diadakan setiap tahunnya. “Merti dusun diadakan sebagai ungkapann rasa syukur atas rejeki dari Yang Maha Kuasa berupa hasil bumi yang cukup dan kesehatan serta keselamatan. Perayaannya dengan diadakan Kirab Budaya membawa 2 buah jodhang hasil bumi mengelilingi dusun” ucap salah satu warga.

 Dibalik kepopuleran Desa Wisata Manding, budaya yang lahir di daerah itu tidak langsung hilang begitu saja. Salah satu budaya yang masih berjalan dengan rutin disini adalah Bersih-bersih desa. Selain itu, budaya ‘Njagong Manten’ dapat dibilang sangat solid. Terbukti ketika kami mengunjungi Desa tersebut, kami hanya menjumpai kurang lebih 5 orang dewasa saja. Hal ini dikarenakan semua warga penduduk desa ‘Njagong Manten’ di salah satu rumah warga.

Tim KKL Kelompok B1 Bentang Alam Fluvial Bantul Timur

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline