Lihat ke Halaman Asli

Kentut..? So What Gitu Loh..! (Bagian 1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Halo semuanya, hari ini bahas yang ringan-ringan aja yuk, bahkan mungkin bukan ringan lagi ini mah, sampai ga bisa ditimbang, ngapung melayang, yaitu tentang: KENTUT. #uhuk..uhuk..

Eits tunggu, jangan marah-marah dulu. Mungkin memang ada yang protes “Apaan sih bahas kentut?”, “Idih jorok banget!”, “Woi! Ga penting! Jijik tau…”. Ah, itu dia. Padahal semua orang itu pasti kentut, kan? Orang kaya, kentut. Orang miskin, kentut. Orang jelek, kentut. Orang cakep, kentut juga. Maling, kentut. Presiden juga kentut. Jadi ga perlu sombong, mau secantik apapun, seganteng apapun, uang di mana-mana, mau bagaimanapun, dalam posisi sebagai apapun, setiap manusia pasti kentut juga, kan? Biasa aja lagi. Hohoho..

So, dari itulah postingan ini dibuat, kita akan mengambil banyak hikmah dari sebuah kentut (sebuah?). Mari kita membahas kentut yang semula tabu menjadi layak dan patut untuk diperbincangkan. Semuanya akan dikupas secara tajam, setajam, pisau Mak Icih. 

BAIK PARA PEMIRSA, LET’S TALK ABOUT… “KENTUT”
Pernah ga kamu merenung, kenapa kalau orang kentut itu suka malu (atau jangan-jangan, kamu ga malu? hehe), sebisa mungkin diampet, ditahan supaya silent dan tidak menggunakan mode loudspeaker (emang ringtone?)?!. Kenapa coba? Yang tau jawabannya silakan kirim sms anda ke nomor di bawah ini… 

Apa? Ga bisa jawab? Okelah, saya kasih bocoran. Kita malu untuk kentut di depan umum karena kita merasa kentut itu sebagai aib, sebuah keburukan. Kemudian lagi, kita malu kentut itu kalau kentutnya sendirian. Coba kalau setiap orang yang ada di tempat itu pada kentut semua, DAT..DUT..DAT..DUT.. gitu, mesti ga malu lagi kan? Paling malah bersuka ria aja, ketawa-ketiwi dan mencoba bermain musik pake suara kentut (dikira acapella kali).

Hidup juga begitu. Sebenarnya bisa jadi, aib manusia itu jauh lebih buruk dari kentut itu sendiri. Bayangkan jika setiap aib manusia itu seperti kentut yang baunya bisa dicium, pasti tidak akan ada lagi tempat untuk bernafas di muka bumi ini. Semua bau kentut. Ya kan? Nah, jika semua orang memahami hal ini, maka tidak akan ada lagi tuh orang yang mengumbar keburukannya sendiri, atau mengumbar keburukan orang lain, karena sama saja dia itu sedang membagi-bagikan kentut (Nah lho!). Ga bakalan ada orang yang mau menerima. Selain itu, ternyata aib itu jika dilakukan secara bersama-sama, tidak terasa lagi sebagai sebuah keburukan. Orang merasa wajar melakukan keburukan, bisa jadi salah satunya karena dia merasa orang lain pun berbuat keburukan yang sama seperti dia, akhirnya diapun tidak malu lagi berbuat buruk. Dari itulah pentingnya kita mencari lingkungan yang baik, agar keburukan sekecil apapun bisa segera ketahuan dan bisa diperbaiki. Seperti kentut tadi, kalau yang kentut sendirian, minimal kita punya rasa malu untuk melakukannya seperti halnya ketika kita berbuat keburukan. Maka, jauh-jauh deh sama tukang kentut *eh, maksudnya sama orang yang suka berbuat buruk. Ya, kecuali kalau tujuannya emang buat ngajak dia ke jalan kebaikan dan ga kentut sembarangan, hehe…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline