Hadirmu, Membuka lembaran luka lama Yang slalu coba ku lupakan Hingga hari ini... *** “Airaaa “ lembut suara Bagus meluruhkan kekuatan Aira seiring melemahnya cengkeraman tangan Bagus di lengan Aira. Aira diam mematung, tak tahu apa yang harus dia lakukan, apa yang dia rasakan. Pikirannya kosong. “Aira, akuu... aku, ooh Tuhan terima kasih! Aku tak menyangka bisa bertemu kamu di sini, delapan tahun terakhir aku mencari-cari kamu, tapi kamu menghilang! Aku hampir putus asa Ra, Kam…” “Untuk apa kamu mencari aku! Untuk apa!!” potong Aira dengan emosi yang memuncak. “Ooo, setelah semua yang kamu lakukan terhadapku, setelah kamu hancurkan cinta dan harapanku, kamu masih bisa bilang kamu mencari-cari aku?! Sungguh beraninya kamu!!” “Ra... tungguu, dengar duluu. Aku mau ngejelasin semuanya, semuanya Ra!” Bagus menghalangi langkah Aira yang berjalan dengan cepat. Dihadangnya tubuh mungil Aira. Kini mereka berhadapan dengan sangat dekat, bahkan Aira dapat mendengar degup jantung Bagus yang berdetak sangat cepat, tarikan napas Bagus yang menderupun tak luput dari pandangan Aira, namun perih yang Aira rasakan tak mampu mendengar, tak mampu melihat semua itu. Air matanya tumpah, sakit. Dan ia tak mau Bagus melihat itu! “Minggir! aku tidak butuh penjelasan kamu!” bentak Aira sambil mendorong tubuh Bagus hingga terjengkal ke depan beberapa langkah. “Raa… semua tidak seperti yang kamu pikirkan! Saat itu aku tak punya kesempatan untuk menjelaskan duduk permasalahannya. Ra, tunggu!” Bagus mengejar Aira sambil terus berbicara, berharap mantan kekasihnya itu mau mendengar. “Masukan semua ke bill room saya mas!” teriak Bagus kepada salah seorang pelayan restaurant yang mencoba menghampiri Bagus. Bagus bergegas mengejar Aira yang mulai menjauh. Menyadari Aira semakin menjauh ditambah mulai banyaknya pengguna jalan yang berlalu lalang Bagus hampir putus asa. “Airaaaa, anak itu bukan anakku!!” teriak Bagus dengan kencangnya sambil terus berlari. Bagus tak perduli mereka jadi tontonan orang-orang yang berlalu lalang, bahkan orang-orang itu mulai berkerumun, berbisik-bisik. Meski sayup-sayup, Aira masih sanggup mendengar teriakan suara kekasihnya itu dengan jelas, Aira menghentikan langkahnya, tertegun. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ingin menatap wajah kekasihnya itu, Aira membalikkan tubuhnya mencoba mencari kebenaran di mata teduh yang selama ini ia rindukan. “Mbak Aira awaaaasss!” Aira mendengar suara pak Rahmat sopir kantor yang menghantarnya berteriak memanggil namanya, Aira menoleh... “Braaaaakkkkk” Tubuh Aira melayang ringan. ==== To be continue
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H