Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Dalam Sungkawa, Kita Bersama Keluarga Ridwan Kamil

Diperbarui: 6 Juni 2022   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada yang lebih menggetarkan dari narasi perpisahan seorang ibu kepada buah hatinya. Seberapapun sabar kalimat ditulis. Seberapun kuat ketegaran dibangun. Pun, seberapa ihklas tangan dilambaikan.

"Ril... mamah pulang ke Indonesia, ya. Di sini, di sungai Aare yang luar biasa indah dan cantik ini, mamah lepaskan kamu, untuk kita bertemu cepat atau lambat," tulis Atalia, ibunda Eril.

"Ril... mamah pulang ke Indonesia, ya. Di sini, di sungai Aare yang luar biasa indah dan cantik ini, mamah lepaskan kamu, untuk kita bertemu cepat atau lambat."

Narasi seorang ibu kepada anaknya adalah narasi hidup itu sendiri. Narasi perjalanan waktu dari detik ke detik, menit ke menit. Menit ke jam. Jam ke jam berikutnya sampai waktu dihitung sebagai hari. Deret hari lalu disebut sebagai minggu. Minggu berkumpul sebagai bulan. Bulan menjadi tahun. Dan angka tahun terus beriring menjadi narasi hidup itu sendiri.

Pasti tidak ada bagian waktu yang tercecer begitu saja. Dalam segenap kesadaran, anak adalah merupa jernih-nyaring denting lonceng yang merambati dinding-dinding hati: menggetarkan dan menghangatkan, menghibur serta menggembirakan. Dalam tidur, anak adalah bunga-bunga yang bertabur dalam mimpi.

***

Waktu pertama yang disadari saat buah hati ada dan bertumbuh di dalam pelukan rahim, kata "bahagia" saja tidak akan cukup untuk melukiskan. Ketika anak lahir, kata "syukur" menjadi terlalu sederhana untuk menggambarkan.

Ketika anak terlelap dalam buaian, ibu justru sedang mengingat ke mana kelelahan telah lari dan bersembunyi. Ketika anak gelisah di malam hari, lembut tangan ibu pasti bergegas merabapastikan bahwa tidak ada basah ompol di sana. Kesadaran seorang ibu selalu lebih cepat merambat ke tangan alih-alih ke kelopak matanya.

Saat menyuap makanan, kesadaran seorang ibu jauh lebih kuat dari naluri seorang ninja dalam menerka arah angin. Memastikan tidak ada bulir yang tertinggal saat buah hati lahap mengunyah. Menyimpan beribu gundah saat buah hati menolak mengisi perutnya.

***

Aroma rambut buah hati yang dibakar matahari tentu membuat mata berbinar seorang ibu. Keringat yang membasahi baju si kecil adalah pemicu adrenalin untuk gerak yang bergegas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline