Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Mbah Di, Pemilik Pohon Jeruk Bali

Diperbarui: 29 Juli 2020   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

| Mengenang kembali Mbah Di. Tetangga sebelah rumah. Sepertinya tidak berpendidikan formal, tetapi beliau adalah guru dalam arti sebenarnya. |

Mbah Di. Kami biasa memanggilnya begitu. Nama lengkapnya Tukini. Tinggal di sebelah rumah kami, di sebuah dusun kecil hanya dengan tujuh belas rumah. Yang sampai hari ini masih tidak bertambah jumlahnya.

Di adalah sebutan dari anak lelakinya yang bernama Ramidi. Kabarnya Pak Ramidi meninggal karena terjatuh dari pohon kelapa. Jasadnya ditemukan selepas isya' di dekat kuburan dusun Kebokuning. Karena posisi jasad tergeletak di lereng tebing maka baru dapat dievakuasi paginya.

Semalaman Mbah Di menunggu jasad anaknya dengan penerangan lampu minyak di udara terbuka. Di tebing Kali Mangu. Di bawah kuburan. Mbah Di hanya membawa lampu senthir. Lampu bersumbu dengan bahan bakar mintak tanah. Supaya tidak padam oleh tiupan angin, Mbah Di melindungi dengan sobekan daun pisang.

"Aku sewengi nunggoni Likmu Di, nang pereng. Aku nganti lali hawane adem apa ora," kata Mbah Di.

Mbah Di menunggu jasad anaknya di udara terbuka sepanjang malam. Sendirian. Mbah Di sampai lupa apakah pada saat itu udara terasa dingin. Mungkin Mbah Di menatap tidak henti wajah anaknya. Sesekali mengusapnya dengan penuh cinta wajah dan tubuh yang sudah membeku. Sambil menjaga pelita supaya tidak padam.

Dusun kami terletak di antara pertemuan dua sungai yang berhulu di lereng Gunung Merbabu.

Yang istimewa dari Mbah Di adalah selalu menawarkan buah jeruk bali kepada kami anak-anak. Tidak hanya menawarkan, ia bahkan menunjukkan buah mana yang sudah cukup tua untuk dipetik. Kalau kami kesulitan memetik, ia tidak segan untuk mengambilalih dan membantu.

Mbah, nyuwun jerame nggih. Nek, minta jeruknya ya. Itu adalah bahasa spontan kami anak anak setelah lelah bermain bersama. Alih-alih menolak, beliau malah menunjukkan di mana "genter" (batang bambu berukuran tertentu yang dapat dipakai untuk membantu memetik buah atau lainnya) tersimpan dan dapat diambil.

Secara ekonomis, pilihan Mbah Di sebenarnya tidak relevan. Ia dapat saja memetik lalu menjual jeruk-jeruk bali untuk mendapatkan sejumlah uang. Menyimpan dan lalu dapat dipakai untuk menutup kebutuhan di suatu waktu.

Kalau Mbah Di sempat belajar ilmu ekonomi, mungkin ia akan bertindak berbeda. Terlebih bila ia mempelajari teori investasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline