Kami mengenal tradisi 'Nyadran", yaitu mereka yang kerabatnya dimakamkan di pekuburan dusun secara khusus berkumpul. Untuk mendoakan mereka yang sudah terlebih dahulu meninggal itu.
Untuk apa yang sudah meninggal didoakan?
Aiko Gibo, seorang cenayang dari Jepang, mendeskripsikan bahwa doa adalah siraman yang menyejukkan bagi jiwa-jiwa mereka yang mengembara di dunia "sana".
Secara fisik, makam mereka di pekuburan, yang notabene adalah "rumah" mereka. Bila tidak diurus oleh kerabat yang masih hidup, tentu menjadi sebuah kesedihan bagi mereka.
Maka Nyadran adalah rangkaian proses dari pembersihan makam, sebagai bagian dari "perti dusun" atau merawat dusun, sampai puncak acara Nyadran nanti.
Secara egaliter dan penuh kebersamaan, acara dipuncaki dengan "tahlilan". Membacakan doa salah satu surah dalam kitab suci.
Suara lantunan surah yang didaraskan dalam hening hati dan khusuk sudah lebih dari cukup untuk mendirikan bulu roma. Mereka "mengirimkan" doa dan penghiburan dan keselamatan bagi jiwa-jiwa.
Bagi yang tidak beragama Islam, apakah berperan serta dalam tradisi Nyadran itu?
Ya, saya pribadi menempatkan diri sebagai bagian dari Nyadran. Bahkan rumah kami dari tahun ke tahun ditempati untuk tradisi tua itu. Hal repot yang menyenangkan.
(Almarhum) Simbah Kakung dan Bapak sudah tahu betul apa yang perlu disiapkan. Mulai dari menyiapkan kayu bakar untuk "olah-olah" di dapur, membersihkan pekarangan sampai dengan menatasiapkan rumah supaya betul-betul memfasilitasi dengan segala keterbatasannya. Dari teras, ruang tamu, ruang keluarga, longkangan, sampai dapur tadi.