Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Natal, Menyambut "Matahari Tengah Malam"

Diperbarui: 24 Desember 2019   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi bengcumenggugat.com

Menyongsong "Matahari Tengah Malam". Midnight Sun. Nabi yang memperlakukan orang lain sebagai rembulan. Bermental komplemen bukan substitute. Orang lain diterimanya sbg pelengkap. Bukan matahari kembar. Pelopor infinite game not finite game. Selamat NATAL 2019. (J. Sumardianta) 

Bila Yosef bersikukuh menghendaki supaya harga dirinya tidak jatuh dan martabatnya tidak tercoreng, bisa saja Yosef nekad untuk tidak melanjutkan relasi dengan Maria. Tentu tidak mudah menerima situasi ini. Mereka masih bertunangan, tetapi Maria "tiba-tiba" mengandung. Bagaimana menerima situasi ini secara gamblang dan ringan hati? 

Ada kesamaan fase favorit yang sama antara dan saya dan Yosef, nampaknya. Yaitu: tidur. Dituliskan bahwa dalam tidurnya Yosef diperingatkan atau mendapat pengertian supaya bersedia supaya tetap menerima Maria. Bedanya Yosef sudah menerima pencerahan, dan saya masih melanjutkan tidur. 

Oh ya. Kembali ke awal tulisan ini. Siapakah Pak Sumar? 

Pak Sumar adalah guru di Kolese De Britto. Ada setidaknya tiga potongan fragmen menarik yang saya catat atas Pak Sumar. Pertama, saya diwawancara (salah satunya) oleh Pak Sumar sewaktu Daniel hendak masuk ke De Britto. Mestinya dengan Pak Yoko. Melihat saya, entah mengapa, saya dialihkan ke Pak Sumar. Tetapi fase pertama ini saya tidak bercerita tentang Pak Sumar. Tetapi tentang seorang Ibu yang merelakan waktunya "ngopeni" anak-anak. 

"Kalau di Gereja, saya memilih melakukan hal yang tidak banyak dilakukan. Menjadi volunteer di sini (De Britto). Kalau pengurus gereja kan sudah banyak yang terlibat," kata Ibu itu. Beliau pemilik toko musik di bilangan Malioboro. Memilih jalan yang tidak "ramai" untuk berkarya. Jalan yang "sepen dari publikasi dan wefi" tetapi terus berusaha memaknai. Kedua adalah pada waktu lomba nasi goreng di lapangan basket belakang. Beliau ramah menyapa kami. Mengajak mengobrol. Ini mungkin Pak Sumar sudah lupa. 

Tapi yang hendak saya ceritakan adalah juga bukan tentang Pak Sumar, hehehe. Saya hendak bercerita tentang Yosi, adik Daniel. Yang bersemangat ikut. Senang bisa di sekolah abangnya. Bangga. 

"Aku sekolah di sini saja ya pa. Tempat abang," katanya. 

"Tempat Abang" adalah bagaimana membahasakan komplementerisasi kakaknya atas dirinya. Ia bangga dan hendak bersama abangnya dalam banyak pengalaman. Abangnya adalah hal hebat bag Yosi. Hal pertama yang selalu ditanya bila masuk ke rumah. "Abang mana, Ma?" begitu selalu. 

Setelah abangnya studi di Malang dia selalu menunggu kepulangan abangnya. 

"Abang kok lama pulang sih, Pa?" kalimat sederhana yang selalu tidak mudah dijawab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline