Item sebanyak 1668 buah seharga 15.000 Gulden itu dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga dari negeri Jerman. Item-item tersebut adalah bagian dari konstruksi besi knock-down Gereja Merah Probolinggo. Selesai dirakit pada tahun 1862, bangunan masih kokoh berdiri dan saat ini Gereja Merah yang berlokasi di Jalan Suroyo 32 Kota Probolinggo itu adalah merupakan bangunan cagar budaya sesuai undang-undang nomor 11 tahun 2010.
Gadis Molek di Balik Pagar
Kereta Api Wijayakusuma 7092 mulai meninggalkan Stasiun Tugu Yogyakarta pada pukul 18.16. Tepat sesuai jadwal. Dengan estimasi waktu tiba di Kota Probolinggo pada dini hari pukul 02.21. Rasanya tidak sabar untuk segera tiba di Kota Probolinggo. Ada yang membuat bersemangat, yaitu hendak mengunjungi Gereja Merah. Sebuah bangunan tua dengan konstruksi knock-down.
Item sebanyak 1668 buah seharga 15.000 Gulden itu dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga dari negeri Jerman. Item-item tersebut adalah bagian dari konstruksi besi knock-down Gereja Merah Probolinggo. Selesai dirakit pada tahun 1862.
Cuaca kemarau menjadikan dini hari terasa hangat. Sekeluar dari stasiun, sudah ada tiga becak kayuh menunggu di pintu stasiun. Tidak ada wajah saling ingin berebut penumpang dari masing-masing mereka. Seorang bapak menyorongkan becaknya dan mengantar ke Jalan Diponegoro, tempat penginapan yang dapat dipesan melalui aplikasi on-line.
"Selalu jalan malam ya pak?" tanyaku ketika becak mulai menyusuri Jalan Suroyo.
"Iya, pak. Nanti saya sampai pukul delapan pagi. Lalu istirahat," jawabnya dengan logat daerah yang kental.
"Dari Madura pak?" tanyaku menebak.
"Iya, pak. Dari Pamekasan," jawabnya riang. Pertanyaan tentang kampung halaman selalu membuat hati riang. Seperti pertanyaan tentang rasa rindu yang selalu tidak kunjung menjadi purna meski ratusan kali perjalanan pulang sudah dilakukan.
"Di mana lokasi Gereja Merah, pak?" tanyaku tidak sabar. Ya, Gereja Merah sudah sementara waktu terasa mengganggu. Seperti ketidaksabaran untuk mengunjungi gadis molek yang tidak pernah menjadi tua meski waktu terus berlalu.
"Sebentar lagi pak. Ada di sebelah kanan. Sebelum nanti kita belok ke Jalan Diponegoro," jawabnya sabar. Dan benar, tidak sampai dua menit kami sudah melewatinya.