Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Anak-anak Mengambil Uang di Dompetku

Diperbarui: 21 November 2018   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(gambar ilustrasi: fool.com)

Mulai kapan persisnya aku lupa. Tetapi sampai sekarang anak-anak masih selalu mengambil uang di dompetku. Tetapi itu salahku juga sebenarnya. Selama di rumah aku tidak pernah menyimpan dompetku. Dompetku kuletakkan begitu saja di meja sepulang kerja. Maka sejumlah uang dapat berkurang dari dompetku kapan saja. Sampai sekarang!

Pernah suatu kali aku pulang dari Jakarta dengan pesawat malam dan sampai rumah pukul 20.00. Seperti biasa mereka menyambutku. Lalu kami kisruh di ruang tengah.

Si kecil berebut dengan si besar untuk bercerita. Lalu mereka berseteru siapa yang akan lebih dulu menyampaikan cerita. Si kecil bersikukuh dan si besar belum juga mau mengalah. 

Kalau sudah situasi klimaks bergini, biasanya aku usulkan untuk bersuit kertas-batu-gunting. Daripada melihat si kecil menahan tangis karena ingin bercerita duluan.

Tapi ini juga tidak otomatis selesai. Perlu disepakati apakah si pemenang atau si kalah yang akan lebih dulu bercerita. Karena bersuit hanya mengasilkan pemenang dan pengalah, tetapi tidak otomatis sang pemenang yang akan memulai terlebih dahulu. Perlu dilihat konteksnya. 

Kalau yang dipersoalkan adalah hal menyenangkan, maka pemenang akan bersuka hati mengambil inisiatif. Kalau hal yang kurang menyenangkan, si kalah dapat dianggap lebih berhak untuk mengambil inisiatif.

Dalam konteks lain dapat seperti adu tendangan penalti pada pertandingan sepakbola. Siapa penendang pertama dapat menjadi hal yang dihindari karena beban psikologis yang harus ditanggung.

Konon, beban psikologis penendang penalti berada dalam skala 1% keahlian teknis menendang bola dan 99% adalah keberuntungan dalam mengatasi beban psikologis.

Maka pemain dunia sekelas Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi pada suatu kesempatan juga gagal mengeksekusi tendangan penalti. Dan seperti semua tahu, bukan mereka tidak memiliki kemampuan teknis. Siapa yang menyangsikan kemampuan mereka berdua?

Singkat cerita, sambil tiduran karena cukup merasa lelah saya mendengarkan mereka bercerita. Sampai kemudian lamat-lamat saya mendengar si kecil berkata, "Udah yuk bang, papa udah ngantuk tuh.."

Aku lalu tidak tahu kelanjutannya sampai kemudian terbangun sekitar pukul 00.30. Tidur seringkali begitu. Bukan lamanya merem, tetapi kualitas meremnya. Begitu kata para pakar. Badan lelah dan cerita anak-anak yang bersahutan seperti ramuan obat tidur yang pas takarannya. Sangat tepat membuat mata terpejam dengan segera. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline