Kerendahan hati dan kebesaran jiwa Raja Ngayogyakarta Hadinigrat Sri Sultan Hamengkubuwono IX sangat melegenda.
Salah duanya adalah peristiwa ketika beliau diminta mengangkat dagangan oleh seorang pedagang di sebuah pasar dan bersedia ditilang oleh seorang polisi karena pelanggaran peraturan lalu-lintas.
Pada peristiwa pertama menunjuk buktikan dan memberi jelaskan tentang kerendahan hati dan semangat keberpihakan pada rakyat yang dicintai. Bagaimana seorang Raja yang demikian berkuasa ‘bersedia disuruh’ oleh rakyatnya.
Padahal dengan satu kalimat saja beliau dapat membuat pedagang itu terduduk di tanah sambil tertunduk begitu dalam dengan muka mendekati kakinya yang bersimpuh. Belakangan si ibu pedagang memang langsung pingsan ketika diberitahu bahwa beliau adalah Sang Raja.
Pada peristiwa kedua, menyuri-teladankan ketaatan beliau pada peraturan ketata-negaraan sebagaimana seharusnya. Meskipun mengecap pendidikan a la Barat, ke-Jawa-an beliau tetap termaknai secara penuh. Pada waktu berikutnya, sang polisi dipanggil ke Yogyakarta untuk mendapat tanggung jawab yang lebih besar sebagai ungkapan apresiatif.
Tetap menjadi pelestari nilai-nilai luhur adat dan budaya Jawa adalah juga bagian dari ke-Indonesiaan dalam konsep Bhineka Tunggal Ika. Bilakah Yogyakarta akan tetap menjadi istimewa di masa depan?
Peran Hebat di Masa Lalu
Dalam genre musik pop, Katon Bagaskara dari grup musik Kla menciptakan lagu berjudul Yogyakara sebagai salah satu masterpiece-nya dalam mengarang lagu pada tahun 1991. KLa sendiri terbentuk pada tanggal 23 Oktober 1988. Bagi yang belum pernah tinggal di Yogya dan menyukai lagu tersebut, mungkin lagu tersebut menarik dari sisi aransemen dengan lirik yang puitis dan kuat.
Bagi yang pernah atau masih tinggal di Yogyakarta, lagu tersebut dapat terasa lebih menyentuh karena mampu menghadirkan Yogyakarta secara pas dalam sebuah lagu.
Lagu dihayati tidak saja sebagai hasil dari sebuah gubahan, tetapi dapat juga merupakan sebuah manifestasi dari perjalanan hidup bersama dalam sebuah kota. Bagaimana sebuah kota dihidupi dan menghidupi.
Selokan Mataram yang menyatukan-peran dua sungai besar Opak di bagian timur dan Progo di sebelah barat Daerah Istimewa Yogyakarta dan membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer dan mengair-suburkan lebih dari 33.000 hektar sawah yang sebelumnya bertipe tadah-hujan adalah juga merupakan bukti lain kejeniusan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam bersikap taktis melawan penjajah Jepang yang sedang menerapkan sistem kerja-paksa untuk kepentingan penjajahan pada waktu itu.