Bagi pecinta kuliner, mungkin tidak asing lagi ketika mendengar kata seblak. Makanan khas sunda dengan cita rasa pedas dan gurih ini belakangan menjadi makanan yang populer di kalangan anak muda Indonesia. Bahkan banyak sekali cafe / restoran kekinian yang menyediakan menu ini. Yang khas dari seblak adalah selain bahan dasarnya, bumbu dasarnya juga sangat memengaruhi makanan ini. Kencur menjadi bumbu kunci dalam makanan ini. Sementara itu seblak yang asalnya berbahan dasar kerupuk yang direbus atau direndam air panas, kini menjadi banyak macamnya. Berbagai topping ditambahkan pada seblak sebagai bentuk inovasi. Sayuran, ceker, mie, kwetiauw, bakso, sosis adalah beberapa diantara topping seblak yang cukup populer sekarang ini.
Lalu ada apa dengan seblak? Kenapa saya membahas seblak? Tidak ada apa-apa sih. Hanya saja ada mengganggu saya akhir-akhir ini. Hehe.. Saya lahir dan besar di Bandung. Sejak kecil saya sudah mengenal makanan seblak ini. Seblak yang saya kenal adalah makanan dari kerupuk yang direbus sebentar lalu ditumis dengan menggunakan bumbu-bumbu terutama kencur. Kadang ditambah telur dan daun bawang. Rasa pedasnya berasal cabe atau orang sunda menyebutnya cengek yang dihaluskan. Penampakkannya kering (basah namun tidak berkuah). Begitulah penampilan seblak yang ada dalam memori saya.
Ketika beranjak dewasa, menikah dan pindah kota, saya menemukan bentuk lain dari seblak. Bahkan semua penjual seblak yang saya temui membuat versi seblak yang berbeda dengan kenangan saya. Bentuk seblak yang sekarang lebih berkuah, malah berkuah sangat banyak. Isinya bukan hanya kerupuk tapi macam-macam dan juga ditambahkan saus dan kecap. Jadi saya bertanya-tanya sebenarnya seperti apa sih seblak yang asli itu? Saking penasarannya, saya membuat polling di sosial media saya. hihi..
Hasilnya seimbang. Tapi yang menjawab tidak berkuah adalah orang-orang asli Bandung. Sedangkan yang menjawab berkuah adalah orang-orang dari berbagai kota. Mungkin dari sini bisa kita simpulkan ya, bahwa pada dasarnya bentuk asli seblak tergantung daerah masing-masing. Kalau di Bandung aslinya tidak berkuah, namun karena banyaknya inovasi jadilah seperti seblak sekarang ini.
Kalau menurut kompasioner gimana nih, seblak itu seharusnya berkuah atau tidak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H