Tak Berpangkat
Karya: Dian Wijayanti
Malam ini terpaksa aku menepi dari tidur malam yang sudah ku perkirakan bakal ada mimpi indah. Sayang, mataku masih tak bisa lepas dari grafik yang membingungkan di depan layar laptop jadulku, sedangkan telingaku masih saja berkenan mendengarkan lalu lintas suara para ekonom berdebat mengenai kondisi ekonomi yang sedang sekarat. Tanganku tak mau kalah, dengan kekuatan baja mereka sudi berteman dengan keyboard lapotopku yang beberapa tombolnya tidak dapat di fungsikan. Alhasil harus bekerja dua kali untuk salin tempel huruf. Ntah berapa lama aku berkutat dalam kesibukan ini. Yang aku ingat, aku belum selesai menuntaskan pekerjaanku.
Ditengah kesibukan, ku coba mengintip jam dinding yang terpasang persis di depanku. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 02.30. Tapi, belum ada tanda-tanda pekerjaanku segera berakhir. Ku capai handphone yang terletak tidak jauh dai tempat duduku. Ku lihat layar, banyak pesan masuk, salah satunya dari ibuku.
"Nadine, jangan lupa shalat. Jangan lupa makan. Jangan begadang ya nak. Jaga kesehatannya."
Ingin sekali membalasnya dengan pesan"Maaf bu, Nadine tidak bisa. Hari ini Nadine terpaksa lembur sampai pagi lagi"Tapi aku harus berbohong agar tak menimbulkan perasaan khawatir. Ntah sudah ke berapa kalinya terpaksa aku harus berbohong dengan ibuku.
***
Seperti biasa, pagi ini aku berangkat ke kampus menggunakan busway. Hari ini aku berangkat lebih awal bukan karena ada kuliah tambahan, melainkan harus bertemu dengan kawan-kawan untuk menyiapkan teknik lapangan untuk aksi nanti siang.
Sampai di kampus aku langsung buru-buru menuju gelanggang olahraga untuk menemui teman-teman yang sudah memulai berdiskusi.
"Selamat pagi teman-teman. Mohon maaf aku telat" Ucapku meminta maaf kepada teman-teman yang terlebih dulu sudah sampai dan melakukan diskusi.
"Tumben telatnya lama banget?" Tanya kak Julain, koordinator lapangan acara ini.