Lihat ke Halaman Asli

Diantika IE

Freelancer

Hantu Penghuni Kampus

Diperbarui: 18 Mei 2020   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ante Hamersmit/Unsplash

"Halo, Mbak di mana?"

Suara Nunik di ujung telefon. Suaranya setengah berbisik. 

"Aku di sini," ujarku. 

"Di mana?" Nunik  mendesak."Aku sudah ada di belakang kampus, tapi aku tak tahu ke mana arah menuju tempat kalian," ujar Nunik. Suaranya bergetar. Ada rasa takut yang tergambar di sana. 

"Baiklah, aku akan menjemputmu ke sana," jawabku. 

Kakiku bergegas secepat mungkin untuk menjemput Nunik. Melewati lorong-lorong yang gelap dan sepi. Dengan tembok yang lembab dan berlumut. Lorong itu kurang pencahayaan, pihak kampus mungkin sedang melakukan penghematan. Mungkin juga karena memang tidak ada kegiatan perkuliahan, penerangan hanya dinyalakan di beberapa tempat penting saja. 

Kelelawar berseliweran. Bubar jalan, dari sebuah perkumpulan, di dahan-dahan pohon beringin yang terlalu rindang lama tidak dipangkas. Seolah merdeka petang hari sudah datang. Kepak sayapnya mengeluarkan suara desis angin, berembus tipis.

Malam memang belum turun. Namun suasana sudah semencekam itu. Wabah corona membuat kampus ditinggalkan terlalu lama oleh penghuninya. Sepi, tidak terawat. Entah di mana para petugas kebersihan. Rumput-rumput dibiarkan tinggi, lantai-lantai berdebu dan penuh lumut di area lembab. Kaca-kaca kelas ruang kuliah sama kotornya. Jaring laba-laba mengganggu pemandangan.   

Ponselku kembali berdering. Lagi-lagi Nunik memanggil. 

"Kamu kenapa? tunggu saja dulu di sana! Aku sedang berjalan ke arahmu," pintaku seraya mempercepat langkah. 

"Baik, Mbak," jawabnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline