Lihat ke Halaman Asli

Diantika IE

Freelancer

Satu Malam yang Mencekam

Diperbarui: 9 Mei 2020   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

M Wrona/Unsplash

Juli, tahun 2005.

Sabtu, hari terakhir sekolah. Buku laporan pendidikan telah dibagikan. Berbagai ekspresi kegembiraan, haru-biru dan bahkan beberapa ada yang bersedih karena nilainya menurun tidak sesuai harapan, tergambar pada beberapa wajah remaja berseragam putih abu yang masih berada di lingkungan SMA Taruma.

Libur semester dua telah tiba, berbarengan dengan musim hujan. Hampir tiap hari hujan turun. Walau tidak begitu deras, gerimis sekali dalam sehari pasti datang. 

Di ruang UKS, sekumpulan siswa sedang mengadakan rapat persiapan akhir kegiatan besar tahunan. Pikiran mereka terfokus kepada kegiatan yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Melupakan isi rapot yang baru saja mereka terima dari wali kelas masing-masing.

Defan, sebagai ketua umum PMR, memimpin jalannya rapat. Sementara yang lain menyimak dengan mimik muka serius. Ada masalah yang cukup menantang pada kegiatan kali ini. Curah hujan yang tinggi membuat kegiatan berisiko tinggi. Seluruh panitia harus menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan yang terjadi di lapangan selama kegiatan.

"Pastikan peserta membawa perlengkapan yang diperlukan saat musim hujan dan obat-obatan pribadi," ucap Defan di akhir pembicarannnya.

Ada kekhawatiran yang memenuhi kepalanya. Berbagai pertanyaan menggelayuti hatinya. Akankah berjalan dengan lancar proses perkemahan yang akan dilaksanakan di bawah tanggungjawabnya?

Seorang remaja yang masih berusia 16 tahun harus memimpin sebuah kegiatan di luar sekolah, daerah pegunungan, hutan yang gelap, jauh dari pemukiman warga. Mampukah ia melindungi kawan-kawannya dan seluruh peserta kegiatan pengambilan syal tahun ini?

Pengambilan syal adalah acara paling penting yang merupakan penentuan siapa yang menjadi anggota penuh atau malah mundur dan mengulang tahun depan.

**

Minggu pagi. Defan bergegas pergi menuju rumah Husen, seorang senior alumni PMR lima angkatan di atasnya. Husen masih aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah bahkan bisa dibilang jika Husen adalah tangan kanan Pembina PMR. Dia lebih berpengalaman dalam hal mengadakan kegiatan di luar. Dia pula yang lebih menguasai ilmu medan, peta dan kompas. Karena sebelumnya ia juga merupakan anggota aktif Gerakan Pramuka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline