Lihat ke Halaman Asli

Dian Saputra

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara

Dulmusrid: Rewang, Pembangunan, dan Tantangan Politik ke Depan

Diperbarui: 14 November 2024   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca kampanye akbar beberapa waktu lalu pasangan Calon Dulmusrid dan Al Hidayat dengan akromim DuHa atau BeDa berhasil menuai perhatian masyarakat Aceh Singkil. Menandakan genderang pertarungan kian keras ditabuh DuHa untuk menduduki posisi orang nomor satu di Aceh Singkil.

Seluruh mesin pemenangan partai, tim sukses, dan simpatisan terus bergerak memastikan lumbung suara terisi dengan target sesuai capaian minimal 51% suara untuk menancapkan tonggak kemenangan. Sebab, duel kali ini sangat sengit hanya ada dua kandidat.

Tentu, bagi sosok Dulmusrid pertarungan politik semacam ini sudah familiar dirasakan dengan berbagai dinamika yang terjadi. Terakhir, pertarungan Pilkada 2017 berhasil menahkodai Aceh Singkil selama lima tahun Dulmusrid bersama Sazali dengan prolehan suara kemenangan sekitar 43,05% atau 26.053 suara.

Kali ini Dulmusrid mencoba peruntungan kembali dengan menggandeng sosok mantan anggota DPRK dua periode Al Hidayat dalam kontestasi pilkada 2024. Secara tidak langsung akan mengubah konstelasi politik Aceh Singkil. Di satu sisi representasi anak muda menjadi pertaruhan di sisi lain pernah sama-sama menduduki "singgasana" tertinggi Aceh Singkil.

Kalau kita cermati kontestasi kali ini merupakan pertarungan paling bergengsi bagi Dulmusrid (dan Safriadi) mengingat selain usia yang mengharuskan mereka pensiun dari panggung politik, juga semakin banyak tokoh muda eksis di panggung politik.

Fenomena ini cukup masuk akal mengingat hampir 62% jumlah pemilih Aceh Singkil didominasi generasi milenial (33.241 pemilih) dan Z (25.892 pemilih) yang notabene adalah generasi muda (sumber: KIP Aceh Singkil). Mereka (Dulmusrid dan Safriadi) kian sulit untuk menarik simpati dikalangan generasi muda karena ketidakmampuan mengimbangi berbagai tren dikalangan muda, tentu gap usia tidak bisa dibohongi.

Sekalipun, tim berusaha memoles para kandidat untuk menjadi "bestie" (istilah teman dekat) anak muda, tetap tidak mampu mencair dan terkesan kaku. Akhirnya, ketidakmampuan eksis dikalangan generasi muda menjadikan pilkada 2024 sebagai "pertarungan terakhir dan harga mati". Atau Pilkada kedepan akan lebih ekstrim bagi dua sosok politisi Aceh Singkil yang pernah satu perahu.

Polemik Soal Pembangunan

Mungkin bait lagu "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya" dari Indonesia Raya bisa menjadi rujukan bagi kita memahami bagaimana pembangunan yang tidak hanya berbicara infrakstruktur fisik. Sustainable Development Goals (SDGs) misalnya, dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya berbicara tentang pembangunan infrastruktur, tetapi juga ada perdamaian, keadilan, gender, kesehatan, tanpa kemiskinan, dan sebagainya (baca: SDGs). Bahkan didominasi yang sifatnya meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia.

Bahkan Presiden Prabowo juga menyinggung soal pemasalahan infrastruktur dalam pidatonya saat Sidang Kabinet 23 Oktober 2024 dengan mengatakan "jangan ada proyek mercusuar". Prabowo menginginkan program yang langsung menyentuh masyarakat serta perlunya swaswembada pangan, mengingat kondisi global yang tidak menentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline