Mereka tak bisa tanpa Komunikasi
Menurut Motivator palembang Bahwa Permasalahan komunikasi ternyata tidak hanya dialami oleh anak-anak yang terpisah jarak dengan orangtuanya, tetapi juga orangtua dan anak yang tinggal serumah. Padahal, minimnya komunikasi membuat hubungan orangtua dan anak kurang dekat secara psikologis.
Jika pada keluarga yang tinggal terpisah memiliki hambatan komunikasi karena tidak dekat secara fisik, maka pada keluarga modern, kehadiran gadget-gadget canggih tanpa disadari menyebabkan hilangnya komunikasi dan kehangatan keluarga. Ketergantungan pada gadget membuat masing-masing anggota keluarga menjalani kesibukannya.
Bahkan meski berada dalam satu ruangan yang sama, mereka tidak saling berkomunikasi secara mendalam. "Banyak orang masih mengira kedekatan fisik saja sudah cukup, padahal perlu juga diciptakan komunikasi mendalam dengan pasangan dan juga anak-anak," kata psikolog Anna Surti Ariani, MSi, Dengan menerapkan komunikasi yang efektif, baik keluarga yang terpisah jarak maupun keluarga yang satu atap, bisa mencegah pengaruh negatif terhadap perkembangan anak.
Dian Saputra pun mengatakan Komunikasi adalah hal yang sangat fundamental dalam membangun family excellence. Sepertinya halnya kisah berikut ini. Gara-gara tak ada komunikasi yang intim antara suami dengan istri, kakak dengan adik, dan orang tua dengan anak, keluarga ini berantakan.
Meski tak ada perceraian, namun ada semacam perang dingin di antara mereka. Si bungsu pun terpaksa melarikan diri dari rumah karena berkonflik dengan kakaknya. Siapa yang salah? Apakah karena suami dan istri merupakan hasil perjodohan yang tidak mengenal masa pacaran?
Kita tak bisa simpulkan demikian, karena toh banyak pula pasangan suami-istri yang langgeng hingga hari tua, demikian pula dengan keluarga ini. Mereka sepertinya melupakan satu hal yang sangat penting dalam menjalin sebuah hubungan, yakni komunikasi.
Bayangkan saja, selama hampir dua puluh tahun menikah dan tidak dikaruniai anak, hanya si suami saja yang mengajukan permohonan kepada Tuhan agar dikaruniai anak. Mengapa mereka tak berdoa bersama saja? Setelah Tuhan mengabulkan doa si suami, si istri yang ternyata langsung mendapat "bonus" anak kembar di dalam kandungannya tak menceritakan kondisi kehamilannya dan bagaimana ia menderita karena kehamilan itu kepada suaminya.
Si istri justru berdoa sendiri kepada Tuhan untuk menanyakan apa maksud-Nya dengan memberikan kehamilan anak kembar di usianya yang sudah tak muda itu.
Hasilnya, suaminya tak ikut mendengar ketika Tuhan berkata bahwa ia sedang mengandung calon dua bangsa yang besar, dan bahwa yang bungsu akan menundukkan yang sulung. Si istri pun, sayangnya, tak memberitahukan hal itu kepada suaminya.
Nah, karena mereka langsung dikaruniai dua anak, kesalahan berikutnya adalah tidak bisa membagi kasih sayang yang adil di antara anak-anak mereka. Si ibu lebih sayang pada anaknya yang bungsu, sedangkan si ayah tentu saja menyayangi sang "putra mahkota," si anak sulung. Mengapa bisa seperti itu? Salah satu kemungkinannya adalah karena si ibu tak memberitahukan pesan Tuhan pada si ayah.