Lihat ke Halaman Asli

Perlukah Drama Liburan Akhir Tahun?

Diperbarui: 1 Januari 2020   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: pixabay.com

Liburan akhir tahun tampaknya menjadi agenda "wajib" saat ini. Seolah-olah semua orang berlomba untuk menikmati momen di penghujung tahun dengan cara yang luar biasa, tidak peduli apapun latar belakang profesinya. 

Sebagian dari mereka telah merencanakan untuk berwisata di dalam kota. Sebagian lainnya bahkan lebih bersemangat melakukan perjalanan keluar kota ataupun keluar negeri.

Apakah tren peningkatan tamasya akhir tahun ini ada korelasinya dengan tingkat stress masyarakat? Hmmm, sepertinya tidak demikian. Menurut hemat saya, tren peningkatan tersebut banyak dipengaruhi oleh penggunaan media sosial yang makin marak.

Jika kita menengok ke belakang di era 90-an, liburan penutup tahun nampaknya hanya didominasi oleh keluarga yang berkantong tebal. Momen bahagia di lokasi wisata cukup diabadikan dengan tustel. Butuh proses dan waktu yang cukup untuk menghasilkan gambar berkualitas dari hasil jepretan tustel kala itu. Setelah semua film dicetak, lembar demi lembar foto akan ditempel rapi dalam album.

Lalu, siapa yang bisa melihat potret-potret kebahagiaan itu? Tentu saja momen bahagia itu hanya dapat dibagikan untuk keluarga dan orang-orang terdekat. Beda dengan kondisi saat ini. Semua orang bisa berbagi "kebahagiaan" dengan ribuan orang lainnya melalui unggahan di akun media sosial masing-masing.

Berdasarkan KBBI, "wisata" diterjemahkan sebagai bepergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang dan sebagainya. Nah, ingat sekali lagi ya, tujuan tamasya itu sejatinya untuk memperluas pengetahuan, melepas penat dan bersenang-senang, bukan "pamer" lho.

Tidak perlulah memaksakan diri untuk piknik dengan cara yang luar biasa, jika memang kemampuan kita masih biasaSeringkali kita jumpai, hanya karena ingin tampil luar biasa di media sosial, seseorang rela terpuruk dalam kehidupan nyata. Setelah berhasil mengunggah potret-potret "kebahagiaan palsu" di akun media sosial, seseorang lalu berkeluh pada mereka yang berpeluh demi kebahagiaan sejati keluarganya.

Silakan mengisi liburan pergantian tahun dengan kegiatan yang sesuai dengan budget. Bersenang-senang tidak perlu direngkuh dengan berutang. Lebih baik bersuka dalam kesederhanaan, daripada berduka karena kepura-puraan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline