Dua minggu ini, Mayasari Bakti Patas AC 84 berhenti beroperasi.
Banyak yang mengeluhkan serta menyayangkan.
Jika dibilang sepi penumpang, tampaknya memang benar adanya. Tapi beda ceritanya jika pagi dan sore hari di jam berangkat dan pulang kantor. Sejauh ini, bus selalu ramai penumpang meski tidak sepenuh dulu waktu awal-awal saya naik bus ini. Paling tidak, seluruh kursi terisi tanpa ada yang kosong. Sebagian besar pengguna setia bus tersebut memang berasal dari mahasiswa, karyawan kantoran, pedagang buah, kuli yang ingin pergi menuju tempat cari rizki.
Bicara sepi, bukankah memang saat ini moda transportasi umum seperti bus patas AC jarang peminat, berhubung telah datang pesaing yang dirasa lebih nyaman untuk penumpangnya. Tidak sedikit orang mulai beralih menggunakan jasa transportasi online. Mereka menilai pelayanannya lebih cepat, serta bisa sampai tujuan tanpa harus menunggu lama. Tak hanya 84 yang bernasib sepi penumpang. Bus lain juga sama sepinya, apalagi jika siang hari.
Banyak mahasiswa yang mulai berinisiatif mengirim pengaduan ke pihak Mayasari Bakti serta menanyakan alasan di balik berhentinya trayek tersebut. Tidak ada jawaban pasti dari pihak Mayasari Bakti soal dihentikannya Patas AC 84, namun admin dari Mayasari Bakti menjanjikan untuk menyampaikan keluhan kami pada atasannya (semoga betul-betul disampaikan). Sampai hari ini belum ada kelanjutan mengenai kenapa bus tersebut dihentikan.
Begitu pula dengan admin Pemkot Depok yang dengan cepat tanggap menanggapi keluhan kami, serta akan meneruskan keluhan pada pihak terkait. Namun sampai saat ini belum ada jawaban bagaimana kelanjutan dari Patas AC Mayasari Bakti 84. Di terminal Depok, bus hanya tersisa bus antar provinsi, PO Deborah AC dengan mobilnya tujuan Kalideres yang pada siang hari sangat lama untuk ditunggu apalagi saat libur, sudah dipastikan menunggunya lebih dari berjam-jam. Ada pula PO Deborah Non-AC tujuan Lebak Bulus, Kopaja 63, serta angkot.
Namun yang pasti, puluhan awak menganggur, puluhan tukang buah yang biasa berjualan dengan mengandalkan bus tersebut masih kebingungan mencari alternatif lain untuk sampai ke tempat dagangnya hingga akhirnya berhenti berdagang sembari berharap bus Patas AC 84 dibuka kembali. Selain itu, ada pula tukang kuli bangunan yang hampir setiap pagi membawa pacul dan karungan alat lain ikut kebingungan menuju tempatnya menafkahi anak-anak dan istri.
Mengapa bisa demikian?
Bukankah ada alat transportasi lain?
Nanti juga kabarnya Patas AC 84 akan diganti dengan bus APTB yang entah kapan akan mulai beroperasi.
Jika kita rasakan bersama, tampaknya keluhan puluhan tukang buah, kuli bangunan serta pedagang asongan ada benarnya, "Depok hanya punya orang kaya raya yang bermobil. Orang miskin yang mengandalkan angkot susah cari makan dan tidak dianggap."
Tidakkah itu mungkin terlalu berlebihan?
Melihat terminal Depok dan busnya yang kian habis, betul adanya orang Depok yang butuh transportasi umum tentunya akan kesulitan.
Setelah menghapus trayek bus PPD 54 arah Depok - Grogol, tak lama kemudian Kowanbisata 511A ikut dihapus. Belum lagi Patas AC Mayasari Bakti 82 dan 81 sudah lebih dulu dihentikan. Lalu sudah hampir satu bulan Patas AC 84 yang menjadi harapan satu-satunya para pedagang dan buruh, harus ikut dihentikan. Setiap dihapusnya trayek, selalu ada janji menggiurkan mengenai bus pengganti yang digadang-gadang lebih nyaman.
Ya, bus APTB dengan komponen bus yang memang lebih baru dengan tarif jauh menggiurkan. Namun, faktanya bus pengganti tersebut sama sekali tidak menggantikan trayek yang telah dihapus. Untuk warga Depok yang ingin menuju Pulo Gadung, Tanjung Priok, serta Kalideres mesti transit di halte tertentu untuk kemudian melanjutkan ke arah tujuan. Sangat enak memang, dengan biaya 3500 sudah bisa sampai ke kantor maupun kampus.