Lihat ke Halaman Asli

Terpanggil untuk Menulis Demi Keluarga yang Anti Globalisasi Praktis

Diperbarui: 5 Juli 2016   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar dari : studyintensiveplus.blogspot.com

Kala itu, saya selesai bimbingan skripsi. Di meja dosen terselip poster berwarna jingga dengan tulisan kompetisi menulis. Semakin dibaca tiap paragraf yang tertera, kemudian terbesit ide demi ide tentang apa yag ingin saya sampaikan pada tulisan saya.

Keluar ruang dosen, poster tadi kembali memanggil. Berdiri ditempel pada papan mading. Hati saya lalu tergerak. Bukan, bukan melihat nominal hadiahnya yang sungguh menggiurkan. Tetapi mengingat betapa keluarga di Indonesia nyaris kehilangan arti.

Banyak manusia yang mulai berpikir dengan dirinya berpendidikan tinggi, maka tugasnya untuk berbakti telah selesai. Pendidikan dan keluarga juga tak jarang bertolak belakang. Seperti menimbulkan kebingungan pada anak. Sealain itu, sekarang hanya sedikit keluarga yang punya waktu untuk saling memperdulikan anggota keluarga lainnya.

Batin saya cukup terganggu, keluarga Indonesia telah kehilangan makna. Bagaimana tidak, saat bertamasya atau jalan keluarga misalnya. Raga anggota keluarga memang dalam tempat dan ruang yang sama, tetapi jiwanya pergi pada gadget di depannya masing-masing.

Itu baru persoalan waktu libur yang pada zaman sebelum gadget bermunculan bak dewa yang dinomorsatukan siapapun sekarang ini. Belum lagi, jadwal sekolah anak yang padat. Jelas tak sedikit anak yang lebih menuruti perintah guru ketimbang orang tua. Bisakah kita hitung, berapa lama anak di sekolah, dan berapa jam anak betah di rumah bersama keluarganya?

Saya mungkin belum menjadi ahli keluarga. Untuk itu saya terus belajar. Jika diberi kesempatan, di tengah gempuran globalisasi yang makin menjadikan keluarga dengan antar anggotanya asing, saya bersedia  menjadi penulis yang mengembangkan artikel tentang keluarga. Meski pembaca sesusia saya, lazimnya saat ini lebih menggemari tulisan mengenai teknologi canggih, kosmetik yang dengan keajaibannya mampu mengubah perempuan menjadi cantik, dan lain sebagainya.

Namun, saya meyakini ketika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengajak siapapun untuk ikut berkompetisi dengan mengusung Tema “Penguatan Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak.” maka sebagai calon sarjana Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, saya dengan senang hati berpartisipasi supaya pendidikan dan keluarga saling bersinergi untuk generasi bangsa yang tidak asal ikut arus globalisasi, melainkan tetap menjadi manusia tradisional yang memegang teguh keluarga sebagai hal yang paling penting di hidupnya mesti nantinya anak tersebut memiliki pendidikan setinggi apapun.

Opini ini merupakan buah pikiran murni dari Dian Pertiwi Joshua, Mahasiswi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang diikutsertakan dalam Lomba Jurnalistik Pendidikan Keluarga Tahun 2016 dengan tema, “Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak.” Kompetisi ini diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline