Pandangan hidup orang Sunda tidak akan terlepas dari budaya dan nilai-nilai yang dimiliki oleh suku Sunda itu sendiri. Nilai yang bersumber dari budaya dan agama menjadi dasar dalam kehidupan masyarakat sehingga Paguyuban Pasundan mengangkat nilai tersebut sebagai Tri Jati Diri yang terdiri atas "Pengkuh Agamana, Luhung Elmuna, dan Jembar Budayana". Konsep ini selaras dengan prinsip "Silih Asah, Silih Asih, dan Silih Asuh" yang digunakan sebagai landasan hidup orang Sunda.
Istilah "Pengkuh Agamana" memiliki makna bahwa masyarakat harus memiliki keteguhan pada keyakinannya masing-masing. Masyarakat harus menjalankan kehidupan beragamanya dengan baik. Selaras dengan istilah nyantri yang memiliki makna bahwa masyarakat harus mengutamakan akhlak mulia yang terpuji sesuai dengan ajaran agamanya. Kemudian, selaras dengan makna silih asih yang berarti saling mengasihi. Hal ini mengajarkan untuk saling mencintai dan mengasihi sesama. Istilah ini dapat menjadi pandangan hidup bagi orang Sunda untuk memiliki keteguhan beragama, menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan, memiliki akhlak mulia, serta berperilaku saling mengasihi dengan orang lain.
Selanjutnya mengenai istilah "Luhung Elmuna" berarti memiliki ilmu bermanfaat bagi kehidupan. Melalui istilah ini, masyarakat Sunda memiliki kesadaran terhadap tujuan hidup yang sesungguhnya. Selaras dengan nyakola yang mengajarkan masyarakat untuk memiliki perilaku yang baik sesuai dengan etika dan nilai kebaikan. Konsep nyakola bukan hanya seputar sekolah formal, melainkan juga pemahaman terkait etika yang baik. Luhung Elmuna dan nyakola juga selaras dengan konsep silih asah yang berarti saling memberi ilmu dan pengalaman dalam meningkatkan kualitas kehidupan. Sebagai manusia, masyarakat Sunda dapat saling memberikan nasihat dari pengetahuan yang dimilikinya masing-masing.
Kemudian istilah "Jembar Budayana" yang berarti memiliki keragaman budaya. Istilah ini dapat membuat masyarakat Sunda untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan budaya yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Sunda didorong untuk menjalani kehidupan yang harmonis. Istilah ini selaras juga dengan nyunda dan silih asuh. Nyunda yang berarti masyarakat harus menjunjung tinggi kebudayaan Sunda, sedangkan silih asuh berarti membimbing, mendidik, dan membantu menyelesaikan permasalahan orang lain. Masyarakat Sunda akan memiliki sikap saling menghormati, menghargai, dan tolong-menolong kepada sesama. Hal ini dapat membentuk kebersamaan untuk kehidupan yang lebih baik.
Nilai-nilai yang tecermin dalam konsep "Silih Asah, Silih Asuh, dan Silih Asih" selaras dengan ciri pandangan hidup yang dikenal dengan "Salapan Rawayan" yang menggambarkan karakteristik ideal masyarakat Sunda. Salapan Rawayan terdiri atas cageur, bageur, bener, pinter, singer, teger, pangger, wanter, dan cangker.
Istilah cageur dalam bahasa Indonesia artinya sehat. Sehat di sini maksudnya sehat secara fisik maupun batin. Kesehatan menjadi hal yang utama karena individu yang sehat dapat berkontribusi dengan baik di lingkungan masyarakat. Selanjutnya bageur yang artinya baik. Bageur mencerminkan sikap baik hati dan ramah yang dapat menciptakan lingkungan positif bagi sesama. Dalam konteks silih asih, sikap ini mendorong masyarakat untuk saling mencintai dan mengasihi yang dapat memperkuat tali persaudaraan.
Kemudian, bener yang artinya jujur dan benar. Konsep itu merupakan hal yang penting dalam membangun kepercayaan di masyarakat. Prinsip ini berhubungan dengan konteks silih asuh yang dapat menjadikan individu saling mendukung ke arah yang lebih baik. Lalu, pinter yang menggambarkan individu cerdas dan mampu beradapatasi. Masyarakat Sunda diajarkan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain melalui istilah ini.
Selanjutnya sifat singer yang menunjukkan keterampilan dan bakat yang dimiliki individu. Bakat tersebut tentunya dapat dibagikan kepada orang lain dalam semangat silih asah. Kemudian teger yang artinya tegas dan berani. Sikap ini diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar demi kebaikan bersama. Selanjutnya ada pangger yang mencerminkan keberanian dalam berbicara dan bertindak. Masyarakat Sunda diajarkan untuk menjadi individu yang memiliki kontribusi pada proses dialog pemecahan masalah di masyarakat. Istilah berikutnya adalah wanter yang mencerminkan rasa peduli dan empati terhadap orang lain. Terakhir adalah cangker yang menggambarkan sikap disiplin dan tanggung jawab yang menjadi landasan dalam menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan lingkungan.
Nilai-nilai "Silih Asah, Silih Asuh, dan Silih Asih" dapat diintegrasikan dengan karakteristik "Salapan Rawayan" tersebut. Dari nilai-nilai tersebut, masyarakat Sunda memiliki pandangan hidup yang selalu mendorong ke arah yang lebih baik. Masyarakat Sunda dapat menciptakan kehidupan yang harmonis, penuh kasih, dan saling mendukung melalui implementasi nilai-nilai tersebut. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan antarindividu saja, tetapi juga dapat membangun hubungan yang kokoh untuk kehidupan bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H