Tentu ringan melirik judul. Pun, seringan hati pembaca menelusuri hingga akhir kalimat demi kalimat sambil seruput kopi pagi/siang/sore.
Kali ini ulasan kita seputaran bahan tambahan pangan (BTP) kategori bahan penolong golongan enzim.
Seperti diketahui enzim dipakai dalam industri pangan karena pertimbangan mempercepat reaksi kimia.
Melalui Karp via buku referensi "Daftar Referensi Bahan-bahan yang Memiliki Titik Kritis Halal dan Substitusi Bahan Non-Halal", menjelaskan bahwa kecepatan reaksi kimia yang terjadi dengan melibatkan enzim mencapai 10 pangkat 8 hingga 10 pangkat 13 kali lipat dibanding penggunaan katalis anorganik lain yang hanya meningkatkan kecepatan reaksi hingga 10 pangkat 3 kali lipat.
Merujuk Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 28 Tahun 2019 terdapat 66 jenis enzim yang diberikan izin edar masuk ke wilayah Indonesia.
Sumber isolasi enzim-enzim tersebut beragam. Ada yang berasal dari hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme (mikroba). Biaya produksi dan biomassa sering menjadi alasan utama mengapa enzim mikroba dinilai lebih efisien dibanding isolasi dari sumber hewan dan tumbuhan.
Cukup banyak enzim yang diizinkan penggunaannya dalam pengolahan pangan yang berasal dari mikroba. Baik dari jenis bakteri maupun jamur mikroskopis. Salah satunya enzim Transglutaminase (TGase) yang berasal dari bakteri Streptomyces mobaraensis.
Melansir laman atcc.org bahwa berbagai strain S. mobaraensis sendiri termasuk jenis bakteri yang banyak diisolasi dari sumber tanah. Habitatnya dan persebarannya cukup luas di berbagai jenis tanah.
Pada pengolahan pangan, enzim digunakan sebagai bahan penolong. Bahan ini diperbolehkan ada karena pada akhir proses pengolahan tidak ditemukan lagi residu. Namun, jika residu terbentukpun harus dalam batas yang ditentukan. Bukan ditambahkan pada akhir proses pengolahan pangan.
Lebih dekat dengan bahan penolong golongan enzim Microbial Transglutaminase (MTGase) dipakai sebagai katalisator pembentukan ikatan isopeptida antar protein.