30 Juli 2012, hari bersejarah yang tak terlupakan Setelah Bulan Juni lalu resmi naik cetak, akhirnya hari ini Novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu” dapat aku perkenalkan kepada para sahabat juga seluruh pembaca dalam launching. Ini adalah novel duet pertama yang kutulis bersama Mbak Dian Nafi. Setelah perjuangan panjang akhirnya Tuhan memberi kami senyum manis yang sarat makna. Novel ini adalah sebuah perjuangan sebab kami tak pernah bersua dalam nyata. Bahkan hingga detik ini aku belum pernah bertemu dengan Mbak Dian Nafi. Proses kreatif yang kami lewati bukan hal mudah. Dengan rutinitas yang cukup menyita waktu, aku hanya bisa bertemu Mbak Dian di malam hari. Meski waktu luang yang tersisa demikian sempit tapi kami selalu menganggap bahwa menulis bukanlah sebuah sisa waktu. Apa yang kami jalani tak pernah menjadi beban sebab kami telah sangat mencintai dunia literasi. Energi itu sungguh penting, saat kita bersua dengan jiwa yang sarat semangat maka tanpa disadari semangat itu akan menular juga pada kita.
Lelaki, tidak mahal untuk tersenyum. Baginya, senyum adalah Monalisa. Rahasia jiwa. Monalisa akanlah menjadi sebuah wajah saja atau hanya sebuah karya biasa jika tidak bisa membahasa jiwa. Dan jiwa adalah ruang sahaja manusia. Bejana bagi kemurnian saripati kehidupan. Lelaki, hiduplah dalam hidupmu. Untuk dirimu dalam wanitamu. Hidupmu yang menghidupkan kehidupan. (Penggalan Novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu”)
Semua menjadi tergenapi ketika satu persatu para sahabat datang. Hingga akhirnya tepat jam 15.30 acara dimulai. Ada 2 novel yang dilaunching kali ini. Lelaki, Kutunggu Lelakumu dan Mencari Gadis Galendo karya Dang Aji Sidik dan Kang Achoey El Haris. Melihat seluruh ruangan terisi penuh oleh peserta dari berbagai wilayah, sungguh sebuah kejutan yang sangat manis bagiku. Menatap satu persatu wajah-wajah yang ada di depan. Ada yang telah kukenal namun ada juga wajah-wajah baru yang untuk pertamakalinya aku lihat. Namun senyum yang tersungging dalam sumringah di wajah mereka telah mengalirkan lagi sebuah persahabatan. Bertemu sahabat baru, sebuah cerita baru. Perjumpaan yang indah. Semua karenaNya saja.
Keseruan kian terasa ketika sesi tanya jawab telah dibuka oleh Mas Dhony Firmansyah. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, semakin senang. Sebab antusias mereka adalah sebuah kepedulian yang terbingkai nyata. Sayang, tak semua peserta yang mendapatkan kesempatan untuk itu, sebab sesi selanjutnya harus segera dimulai. Sebuah motivasi menulis dari Bunda Pipit Senja.
Sekali lagi, Tuhan memberiku kejutan indah. Disela-sela mendengarkan apa yang disampaikan oleh Bunda Pipit, seseorang kurasakan mendekat di sisiku. Saat kutengadahkan kepala, subhanallah. Sang novelis nasional “Sinta Yudisia” yang karya-karyanya telah lama kukagumi tampak tersenyum dengan sangat manis. Aku menghambur ke arahnya, ini adalah pertemuan pertama kami. Aku sangat berterima kasih sebab dia dan Mas Riyanto El Harist menjadi dua sosok yang membaca karya ini untuk pertamakalinya. Aku berharap mereka hadir di acara launching novel “Lelaki, Kutunggu Lelakumu”. Tapi Tuhan belum memperkenankan kami berkumpul sebab Mas Riyanto berhalangan hadir. Azan berkumandang, seluruh jiwa larut dalam takbir akan keMaha BesaranNya. Berbuka bersama sahabat menjadi sajian cinta nan syahdu. Dalam gempita senyum yang merekah disela doa yang berujar, hari ini menjadi semakin lengkap. Tuhan, terima kasih atas karunia indah ini.
by Endang S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H