Lihat ke Halaman Asli

Dialektika Islam & Humanisme: Pembacaan Ali Shari'ati

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14232074961297382754

Penulis: Zulfan Taufik

Judul: Dialektika Islam & Humanisme:              Pembacaan Ali Shari‘ati

Penerbit: Onglam Books

Tahun: Januari2015

Jumlah Halaman: xiv + 212

ISBN: 978-602-72114-0-7

Banyak keajaiban di dunia ini, tetapi tidak ada sesuatu yang lebih ajaib daripada manusia. Demikian ungkapan dramawan Yunani Sofokles (abad ke-5 sebelum masehi) dalam sebuah karya tragedi yang berjudul Antigone.

Pertanyaan mengenai apa dan siapa manusia, selalu menarik perhatian manusia untuk dijawab oleh manusia sepanjang zaman. Hal demikian, sebagaimana yang diyakini Ali Shari‘ati, disebabkan karena manusia sesungguhnya merupakan masalah yang paling rumit di alam semesta. Tidak heran bila ia memerlukan pencurahan perhatian yang besar. Seperti yang terjadi dalam dunia modern, ketidakmampuan manusia dalam memecahkan misteri manusialah, yang menjadi akar penyebab terjadinya tragedi terbesar di dalam abad ilmu dan teknologi. Kendati pun ilmu telah membantu manusia dalam mengatasi berbagai masalah yang menghalangi kemajuan sosialnya, ilmu gagal dalam menolong manusia dalam memecahkan masalah manusia sendiri.

Humanisme modern sebagai gerakan kultural dalam arti luas, telah memicu berbagai upaya yang diarahkan kepada afirmasi bahwa manusia adalah subjek dan pusat gravitasi dari berbagai gerakan yang memperjuangkan keluhuran martabat pribadi manusia. Afirmasi diri aku “subjek” mengakibatkan dunia menjadi “objek” penyelidikan rasional, yang lantas melahirkan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, dunia bukan lagi kosmos sakral sebagaimana keyakinan zaman klasik, melainkan alam sekuler; universum yang dikuasai hukum-hukum mekanistik; karena itu bisa diselidiki, dieksploitasi, direkayasa, dan digunakan untuk kepentingan manusia.

Dalam kerangka pemikiran seperti itu, manusia kiranya menjadi dewa alam semesta yang hendak dipuja dan disembah sebagai pusat kehidupan.  Sebagaimana dikatakan oleh Denis Diderot—seorang tokoh humanisme dan ensiklopedis Perancis abad ke-18—bahwa manusia adalah satu-satunya tempat dari mana kita memulai dan mengacu segala sesuatu, dan kehadiran manusialah yang membuat segala eksistensi berarti. Sebagai akibat logisnya, lahirlah konsep antroposentrisme yang mempengaruhi antropologi dan epistemologi pada zaman tersebut.

Namun, di tengah hiruk-pikuk filsafat Barat modern menancapkan pengaruhnya secara hegemonik melalui penerapan tradisi kefilsafatan humanisme ke dalam setiap kultur maupun struktur masyarakat lain, ternyata ia justru sedang dilanda sejumlah problem mendasar. Artinya, di tengah pengaruh yang cukup kuat dari tipikal epistemologi rasional ke dalam ranah kognisi manusia, humanisme ternyata sedang dipertanyakan kemampuannya untuk memanusiakan manusia. Alih-alih memberikan penghargaan atas harkat dan martabat kemanusiaan, humanisme justru menampilkan dirinya sebagai sebuah kebebasan (sains dan pengetahuan serta logika) tanpa kendali yang mereduksi nilai-nilai kemanusiaan pada tingkatan paling akut.

Dalam dunia yang antroposentris dan miskin akan nilai kemanusiaan, Islam sebagai agama yang bersumber dari Tuhan (teosentris) mendapat tantangan serius untuk membuktikan bahwa di dalam dirinya terdapat dimensi-dimensi kemanusiaan yang memadai, dan memiliki peran nyata bagi manusia saat ini. Di dalam keluasan cakrawalanya, Islam dapat memadukan model-model rasional dan wahyu, atau pendekatan humanistik dan agama. Inilah ruang keleluasan bagi para pemikir Muslim modern untuk mengembangkan konsep rasionalisme Islam, karena dimensi agama dan humanistik sama-sama hadir di dalam Islam.

Melalui konteks ini, dapat dipahami kemunculan para pemikir Muslim modern yang berusaha mengawinkan metodologi Barat dengan keyakinan agama dalam melakukan kritik konstruktif, baik terhadap humanisme modern, maupun ortodoksi agama. Salah satu yang cukup menonjol adalah Ali Shari‘ati, yang dikatakan oleh Akhavi dan Rahnema, merupakan seorang pemikir Iran terpenting abad ke 20.

Buku ini hadir dengan fokus sentral tentang bagaimana esensi dan eksistensi humanisme dalam Islam dan relevansinya dalam menjawab krisis kemanusiaan yang ditimbulkan oleh humanisme modern. Permasalahan tersebut kemudian dielaborasi melalui perspektif humanisme seorang tokoh Islam dalam berdialektika dengan humanisme modern. Tokoh yang penulis anggap kompeten untuk menjelaskan tema tersebut adalah Ali Shari‘ati. Selain dikarenakan ia sangat menaruh perhatian yang besar terhadap humanisme yang seolah-olah merupakan agama baru bagi masyarakat Barat dan banyak mengritik tajam pemikiran-pemikiran Barat tersebut—karena pada kenyataannya cenderung menghasilkan dehumanisasi, juga secara akademis (sepanjang penelusuran penulis) belum ada penulis/penelti yang secara khusus membahas pemikirannya dalam kerangka melakukan kritik konstruktif terhadap humanisme modern.

Lebih lanjut berdasarkan temuan di dalamnya, secara ilmiah buku ini membuktikan bahwa humanisme modern telah gagal dalam mengangkat harkat dan martabat manusia, dan mengungkap bahwa Islam adalah agama yang mampu sejalan dengan nilai kemanusiaan. Untuk sampai pada tujuan besar tersebut, penulis mengelaborasi dan merumuskan konsep pemikiran humanisme Ali Shari‘ati, menjelaskan kelemahan-kelemahan humanisme modern yang menjadi sasaran kritik Shari‘ati, dan mengungkap bahwa humanisme Islam mampu menjawab kelemahan-kelemahan humanisme modern tersebut. Oleh karena itu, maka buku ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan diskursus keilmuan, khususnya di bidang pemikiran humanisme Islam dari perspektif tokoh terkemuka muslim yang menggabungkan pemahaman Islam dengan Barat. Di samping itu, buku ini secara praktis diharapkan dapat memberi inspirasi bagi intelekual muslim untuk menggali potensi ajaran Islam dalam menjawab tantangan zaman, juga memberi dorongan kepada umat Islam baik secara individu maupun masyarakat untuk menjadikan Islam sebagai way of life.

----

Saya yakin buku ini dapat menambah rujukan yang menunjukkan bahwa Islam mampu menyediakan jawaban terhadap nilai kemanusiaan. --Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE.

Buku ini secara baik menguraikan pemikiran Ali Shari‘ati, bahwa agama yang teosentris dalam tarikan nafas yang sama mampu menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, bahkan melebihi apa yang dapat dibayangkan oleh para pemikir humanis modern. --Prof. Dr. H. M. Taufik, M.Ag.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline