Lihat ke Halaman Asli

Kartini Wanita Rebel pada Zamannya dalam Film "Kartini" (2017)

Diperbarui: 23 September 2020   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pinterest.com

Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing lagi mendengarkan nama Kartini. Seorang tokoh wanita legendaris yang dipuja-puja oleh bangsa Indonesia, terutama untuk kaum wanita Indonesia. Perjuangannya dalam membangkitkan derajat wanita di era penjajahan Belanda di mana patriarki masih merajarela merupakan sebuah inspirasi bagi wanita Indonesia untuk tetap memperjuangkan kesetaraan gender.

Film Kartini (2017) merupakan film biografi dari sosok Kartini. Artis dan aktor yang memerankan film ini pun merupakan artis dan aktor ternama yang ada di Indonesia, beberapa di antaranya adalah Dian Sastrowardoyo (Kartini), Christine Hakim (Ngasirah), Deddy Sutomo (Raden Sosroningrat), Acha Septriasa (Roekmini), dan Ayushita (Kardinah). Paradigma yang terdapat di film Kartini (2017) adalah paradigma kritis. Hal tersebut dikarenakan film ini mengisahkan tentang perjuangan emansipasi wanita di mana perubahan di dalam sosial menjadi fokus utama.


Sumber: fimela.com

Film ini menceritakan Kartini muda yang dibesarkan oleh ibunya yang "diasingkan" di rumahnya sendiri. Ibu kandung kartini bukanlah seorang bangsawan sehingga tidak menjadi istri utama di dalam keluarga. Ayah dari Kartini merupakan seorang bupati. Peraturan kolonial pada saat itu mewajibkan bupati untuk memperistri seorang bangsawan. Maka dari itu, ayah Kartini pun akhirnya menikah lagi dengan seorang bangsawan. Kartini muda yang melihat ibunya diperlakukan secara tidak adil pun akhirnya memiliki tekad untuk memperjuangkan kesetaraan hak bagi semua orang terutama wanita, baik dari kaum bangsawan maupun rakyat jelata.

Di umur Kartini yang sudah siap untuk menikah, Kartini diwajibkan untuk dipingit di dalam rumah dan mengikuti tradisi Jawa dalam bagaimana seorang istri yang baik harus berperilaku. Karena kebosanan yang dilaluinya di dalam rumah, Kartini mendapatkan kunci lemari buku dari kakaknya sebelum pergi ke Belanda. Dari situlah Kartini akhirnya dapat memperluas pandangannya mengenai kesetaraan gender dan feminisme. Kartini juga memiliki sobat pena dari Belanda yang merupakan seorang pengacara wanita. Hal tersebut memberikan bukti kepada Kartini bahwa wanita juga dapat berkarya dan menjadi orang hebat.

Sumber: entertainment.kompas.com

Beberapa skenario di dalam film tersebut menunjukkan beberapa aksi rebel yang dilakukan oleh Kartini dan adik-adiknya seperti memanjat atap dan berlarian di atap. Hal tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan oleh gadis bangsawan Jawa. Kartini terlihat menginfluensi adik-adiknya untuk ikut memperjuangkan hak wanita seperti memberi mereka buku untuk membaca dan memperlihatkan aksi heroik dalam membantu rakyat yang disisihkan. 

"Kita bisa jadi Tuan Puteri yang berbeda dengan yang lain, turunkan tangan kalian." merupakan salah satu ucapan dari Kartini saat adik-adiknya sedang dihukum mengangkat tangan oleh ibunya. Kartini juga memberikan pidato saat sedang makan malam dengan orang-orang Belanda mengenai kesetaraan hak yang di mana pada saat itu bukanlah merupakan hal yang wajar untuk dilakukan oleh seorang gadis keturunan Indonesia.

Sumber: mommiesdaily.com

Kartini dan kedua saudarinya juga bertekad untuk tidak ingin menikah. Mereka ingin menjadi wanita mandiri dan memiliki derajat yang sama seperti pria. Namun, adiknya Kardinah akhirnya dipinang dan harus menikah.

Sumber: IMDB

Kartini pun juga akhirnya menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada tanggal 12 November 1903. Diceritakan bahwa almarhumah istri K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat merupakan penggemar berat Kartini dan segala karyanya. Keinginannya saat sudah meninggal adalah untuk suaminya menikah lagi dengan Kartini.

Kartini menerima keinginan Raden Mas Adipati dan ayahnya untuk menikah dengan syarat beliau tidak akan melakukan prosesi wijikan (mencuci kaki suami dalam pernikahan Jawa) saat resepsi pernikahan, serta agar suaminya tidak menghalanginya dalam berkarya.

Setelah menonton film Kartini (2017), tentu saja kita semua merasa terinspirasi dengan sosok heroik Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan hak bagi wanita dan kalangan yang tersisihkan. Perjuangan ini tentu saja tidak berhenti di Kartini. Kita semua baik pria maupun wanita harus tetap memperjuangkan apa yang sudah diperjuangkan oleh Kartini dan membawa perubahan yang lebih baik lagi bagi negara kita tercinta Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline