Lihat ke Halaman Asli

Problema Perempuan: Rahim Turun

Diperbarui: 4 April 2017   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13100359132131182406

[caption id="attachment_121238" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Sudah hampir dua tahun ini ibu saya mesti rajin ke dokter spesialis kandungan untuk memeriksakan rahimnya. Tentu saja ibu saya tak sedang hamil karena usianya sudah menginjak 72 tahun. Keluhan beliau adalah karena rahimnya melorot, sehingga oleh dokter diharuskan menggunakan ring buatan untuk menyangga rahim beliau agar tak sampai turun lagi dan menghambat jalan kencing. Tak hanya menghambat, tetapi juga menganggu kenyamanan. Awalnya, ibu saya tak merasakan sakit. Namun, tiba-tiba terjadi perdarahan seperti orang menstruasi. Padahal, Ibu sudah lama mengalami menopause. Lama-lama, di perut bagian bawah dirasakan nyeri. Kalau buang air kecil, seolah salurannya tersumbat, sehingga pembuangannya pun tak lancar. Apabila selesai bepergian, keluhan ini semakin terasa. Karena tak tahan, akhirnya kami membawa beliau ke dokter. Oleh dokter kandungan, awalnya dinyatakan tak apa-apa. Beliau pun diberi obat, mungkin untuk menghentikan perdarahan. Namun, karena tak kunjung sembuh, maka kami pun membawa Ibu kembali ke dokter, masih dokter yang sama karena Ibu mantap dengan dokter tersebut. Meskipun miskin kata-kata, tapi katanya dokter ini yang paling ramah di antara dokter-dokter yang lain. Kamilah yang harus cerewet untuk bertanya. Akhirnya, setelah melalui proses  USG, ketahuanlah kalau rahim ibu saya melorot. Ini sudah kami duga sebelumnya. Dulu, pernah ibu diurut oleh dukun beranak. Namun, karena mungkin jaringan ototnya yang tak lagi kuat, maka rahim ini pun turun kembali. Dokter menganjurkan agar dipasang ring di bawah rahim agar rahim ini tak melorot.  Awalnya kami ragu, karena memasang ring berarti memasukkan benda asing ke dalam tubuh. Khawatirnya, kalau timbul alergi lantas menimbulkan masalah susulan lainnya. Namun, dokter meyakinkan kami bahwa tak akan terjadi apa-apa. Ring itu pun akhirnya dipasang  untuk menyangga rahim ibu. Ukurannya lumayan besar dan tebal. Tak seperti cincin yang kecil manis, ring untuk rahim ini  sebesar gelang anak, bundar, tebal dan keras.  Hampir mirip kue donat, tentu saja donat yang sangat bantat. Warnanya merah. Pertama kali melihatnya, kami merasa ngeri. Masak gelang sebesar itu dimasukkan ke dalam vagina. Namun, demi kesehatan, akhirnya ring tersebut dipasang juga. Kalau kondisinya baik, maka ring bisa diganti selama kurun waktu 4-6 bulan sekali. Demikian juga dengan ibu saya. Ring ini sebenarnya bisa dipakai ulang setelah disterilkan untuk pemakaian berikutnya. Namun, dengan alasan kehigienisan, kami selalu menggantinya dengan yang baru. Toh harganya tak mahal. Hanya Rp80.000,00. Yang murah bahkan tak sampai Rp50.000,00 Sayangnya, banyak ibu yang menderita kasus seperti ibu saya ini  lalai atau mungkin tak tahu jika ring ini harus diganti. Oleh karena merasa tak ada keluhan dengan rahimnya, maka mereka tak lagi kontrol ke dokter. Akibatnya, ada yang sampai terjadi infeksi dan  ini menyebabkan  sang ibu harus diangkat rahimnya. Hal ini dialami sendiri oleh seorang ibu dari teman kakak saya. Tentang Rahim Rahim atau uterus merupakan organ reproduksi pada wanita. Fungsi utamanya, menerima pembuahan ovum. Dalam rahim inilah ovum berkembang menjadi calon bayi yang akan dikeluarkan oleh seorang perempuan. Oleh karena itu, jika seseorang mengalami kehamilan, rahim ini terus membesar sampai tiba saatnya melahirkan. Apabila seorang wanita melahirkan berkali-kali, mungkin juga dengan segala permasalahan kehamilannya: bayi terlalu besar, atau mungkin pernah dikiret, maka beban ini pun semakin bertambah. Nah masalah-masalah inilah yang dapat mengakibatkan rahim menjadi turun. Selain itu, seorang ibu yang bekerja terlalu keras, misalnya mengangkat beban yang sangat berat selama jangka waktu yang panjang, juga berisiko mengalami penurunan rahim. Oleh karenanya, banyak perempuan yang bekerja berat ini memakai setagen untuk membantu menyangga perutnya. Kasihan, ya. Di desa banyak ibu penderita rahim turun yang mesti menerima beban ini hingga akhir hayat mereka. Sebagai gambaran, pekerjaan ibu di desa selain sebagai ibu rumah tangga adalah membantu suaminya di ladang. Tak hanya itu, mereka juga membawa beban berat hasil ladang mereka, seperti singkong, labu siam, pisang dan lain lain. Terkadang, beban yang mereka bawa bahkan lebih berat daripada beban sang suami yang hanya membawa cangkul, sabit, dan seikat rumput. ==== Nah, untuk para kompasianer yang wanita, waspadalah terhadap penyakit ini. Meskipun tak membahayakan nyawa seperti kanker, namun perlu juga dicegah, kan? Termasuk juga mungkin ibu-ibu Anda yang sudah mulai sepuh. Mari kita jaga mereka agar senantiasa sehat dan bahagia di masa tuanya. Salam sehat dan bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline