Lihat ke Halaman Asli

Dian Kelana

TERVERIFIKASI

Pengelana kehilangan arah

Melihat Jalan Tol Jakarta-Cikampek II dari Sisi Lain

Diperbarui: 18 Desember 2019   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Foto: CNN-Indonesia)

Mulai Minggu 15 Desember kemarin, jalan tol Jakarta-Cikampek mulai diuji-coba gratis hingga akhir tahun 2019. Namun sebelum jalan tol ini diuji-coba, kehebohan sudah melanda dunia maya dengan berita yang mendominasi adalah jalan tol ini bergelombang, sambungan yang tidak rata dan rentan kecelakaan. Begitu banyak cacat yang dibicarakan oleh calon atau oleh mereka yang sudah mencoba sebelumnya, khususnya para awak media yang diberi kesempatan melakukan uji coba, sebelum dibebaskan kepada umum.

Bagi saya, mereka yang mempersoalkan segala macam cacat itu, tak lebih seperti anak kecil yang dibelikan oleh orang tua mereka mainan baru yang butek dan kusam, tak sebagus mainan lama yang licin dan mengkilap.

Oke, mari kita berandai-andai, tapi mohon dipahami dulu, bahwa saya bukanlah ahli konstruksi, apalagi arsitek. Saya hanyalah tamatan SD. Modal saya membicarakan hal ini hanya karena pengalaman hidup yang sudah dijalani lebih dari 64 tahun.

Pengandaian pertama kita adalah, bagaimana kalau jalan tol itu dibuat sebagaimana jalan tol lainnya. Yaitu jalan tol yang licin, mulus, rata dan tak bergelombang. Dengan kondisi jalan yang mulus, rata dan tak bergelombang tersebut, sudah bisa dipastikan para pengemudi akan memacu kendaraannya secepat yang bisa dilayani oleh kemampuan berlari kendaraannya, walau dijalan tersebut sudah dipasang marka jalan yang memperingatkan pengemudi bahwa batas maksimal kecepatan yang diizinkan hanya 100 km perjam.

Tapi pada kenyataannya kecepatan kendaraan mereka sudah pasti jauh lebih cepat dari itu. Bukannya suuzon, tapi fakta berbicara, berapa persen sih diantara para pengemudi itu yang benar-benar bisa mengendarai kendaraannya dengan kecepatan sesuai peraturan dan undang-undang lalulintas jalan?

Tingginya kecepatan angin di sepanjang jalan tol juga akan mempengaruhi kecepatan mobil yang melaju kencang. Apalagi bila angin datang dari arah samping. Hal ini bisa membuat keseimbangan mobil tidak terjaga dengan sepenuhnya, yang bila pengemudi tidak siap, bisa menimbulkan kecelakaan tunggal atau beruntun.

Bahkan yang paling membahayakan adalah bila mobil terpelanting keluar jalan tol Japek, lalu terbang menuju jalan tol yang berada di bawahnya. Bisa dibayangkan korban yang berjatuhan, baik mobil yang terkena runtuhan dan terpaan mobil yang jatuh dari atas yang sudah pasti tidak hanya akan mencelakai satu mobil, bahkan juga bisa memancing kecelakaan beruntun lainnya di jalan tol yang berada di bawah.

Dari segi biaya tentu akan meningkat lebih besar lagi, untuk membangun tiang yang sama tingginya sepanjang jalan layang tol tersebut. Hitung saja berapa ratus tiang dengan ketinggian yang sama namun dengan pondasi yang berbeda di setiap tiangnya, tergantung dengan kondisi kontur tanah di sekitarnya.

Bila saat ini pada bagian terendah tinggi tiang adalah 5,1 meter, maka pada lokasi persilangan dengan jembatan lainnya, maka tinggi tiang bisa mencapai lebih dari 10 meter. Bila ketinggian 10 meter ini yang akan jadi patokan, silakan di kalkulasi berapa pembengkakan biaya  hanya untuk tiang saja. Berapa besar biaya yang akan ditanggung negara, hanya untuk menyenangkan hati pemakai jalan yang manja, agar bisa membawa kendaraan dengan nikmat.

Bagaimana dengan kondisi saat ini?

Jalan bergelombang dengan sendirinya memaksa pengemudi tidak akan bisa memacu kendaraannya dengan cepat. Sehingga hanya bisa melaju pada kecepatan 60 hingga 70 kilometer per jam. Semakin rendah kecepatan kendaraan yang melaju, tentu potensi kecelakaan lalu lintas juga semakin berkurang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline