Kenangan tentang dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah, membekas indah dalam ruang hatiku. Ruang yang hanya aku dan Allah yang tahu. Tak akan pernah aku lelah merindu dan mengingatnya.
Masih teringat saat kami berempat mengadakan wisata religi ke dua kota suci. Setelah kita memperingati Anniversary Day yang ke-21, kami melakukan perjalanan dari tanggal 29 Januari sampai dengan 6 Februari 2020. Perjalanan kami membutuhkan waktu tempuh selama 10 jam tanpa transit dari Jakarta menuju Jeddah. Sungguh perjalanan yang melelahkan tetapi mendatangkan kebaikan bagi kami.
Apabila kita mengunjunginya, kita akan mendapatkan keutamaan, pahala, dan keberkahan di sisi-Nya.
Allah Swt. Berfirman, "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." (QS. Ali Imron: 96)
Keistimewaan dua kota ini juga disebutkan dalam sebuah hadis.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata.
"Dari Nabi saw., beliau bersabda : "Tidak boleh bersusah-payah bepergian, kecuali ke tiga masjid, (yaitu) Masjidil Haram, Masjid Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Masjidil Aqsha" [HR Al-Bukhari dan Muslim]
Dalam hadis lain disebutkan, "Salat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu salat di tempat yang lain, kecuali Masjidilharam, dan salat di Masjidilharam lebih utama daripada seratus ribu salat di tempat yang lain." (H.R. Ibnu Majah nomor 1406 dan disahihkan oleh Al-Albani, kitab irwa Al-Galil, jilid: 4, hal: 341)
Kota Makkah memiliki karakteristik yang berbeda dari Kota Madinah.
Kota Makkah identik dengan kota yang tenang, teduh, dan kota tua. Bangunan-bangunan gedungnya megah dan kokoh layaknya kota kerajaan. Kota ini tidak terlihat seperti kota metropolitan yang hiruk pikuk. Di sepanjang daerah terdekat Ka'bah, aku melihat karakteristik masyarakatnya yang sederhana dan tidak begitu mewah dalam berbusana. Kebanyakan menggunakan pakaian yang bernuansa hitam dan putih.
Ada jalan yang membuatku merindu. Setiap selesai melaksanakan ritual ibadah umrah dan salat wajib berjamaah di Masjidilharam, kita berempat selalu membuat kesepakatan untuk berkumpul di titik yang sudah ditentukan. Yang lebih dahulu datang harus sabar menunggu. Anehnya, tidak ada rasa kesal kalau tidak segera berkumpul.
Di sepanjang jalan menuju hotel, kami selalu disuguhi peristiwa biasa tetapi bermakna, yaitu antrean orang-orang untuk mendapatkan jatah kebab dan minuman gratis dari orang-orang yang bersedekah. Ini terjadi setiap hari dan tidak pernah terputus waktunya, mulai pukul lima pagi sampai dini hari.
Di jalan itu juga, kami melihat petugas kebersihan yang menunggu rezeki dari Allah Swt. yang tidak disangka-sangka melalui jamaah. Pemandangan ini kadang terlihat dari kaca kamar hotel di tingkat tiga.