Pada era modern seperti sekarang Pemanasan global menjadi permasalahan yang banyak di bahas dan masalah ini kian terasa semakin panas tidak hanya terjadi di banyak kota dan desa, namun hampir di seluruh belahan dunia, dan tidak hanya dialami atau dialami oleh masyarakat Indonesia saja, namun sudah menjadi permasalahan global. Isu pemanasan global pertama kali mengemuka pada tahun 1992 pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil. Hingga KTT Bumi, isu-isu terkait pemanasan global tidak ditanggapi dengan serius dan dianggap biasa saja. Dalam setiap kehidupan dan setiap interaksi antar manusia. Namun pemanasan global telah menarik perhatian internasional karena berbagai penelitian dan berbagai manifestasi serta dampaknya.
Menurut data SIPSN (Sistem Informasi Penanggulangan Sampah Nasional) tahun 2020, komposisi sampah nasional terbesar pertama adalah sisa makanan sebanyak 39,81% dan sampah plastik menduduki posisi kedua dengan porsi sebesar 17,07%. Sampah makanan ini dapat berupa food loss dan food waste.
Kajian food loss dan food waste oleh Economist Intelligent Unit pada tahun 2000-2019 menyatakan bahwa timbunan food loss dan food waste mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram/kapita/tahun. Hal tersebut berdampak pada emisi gas rumah kaca yang mencapai 1.702,9 mega ton CO2 dan kehilangan ekonomi yang mencapai Rp. 213-551 triliun per tahun (setara 4-5% PDB Indonesia). Lebih jauh lagi, dari sisi sosial, kehilangan ini setara dengan porsi makan 29-47% populasi Indonesia. Dengan latar belakang ini, maka diperlukan upaya mengurangi sampah sekaligus mengelola sampah, khususnya food loss dan food waste ataupun sampah organik lainnya menjadi produk yang bernilai ekonomis dan tidak merusak lingkungan.
Sampah makanan yang jika tidak dimanfaatkan maka akan membusuk dan menjadi salah satu faktor penyebab pemanasan global. Pembusukan sisa makanan akan menghasilkan karbondioksida dan gas metana yang dapat menyebabkan pemanasan global. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah makanan yaitu dengan eco enzyme. Eco enzyme merupakan cairan multiguna yang berasal dari fermentasi limbah dapur organik. Limbah tersebut terdiri dari seperti sisa sayur, buah, gula merah, gula tebu, molase dan air. Proses pembuatan eco enzyme akan menghasilkan gas ozon yang dapat mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan global. Selain dapat mengurangi pemanasan global eco enzyme dapat digunakan sebagai pupuk tanaman yang berguna bagi terjaganya nutrisi dalam tanah sehingga dapat terjaganya dari kualitas hasil panen yang sehat,cairan untuk pembersih rumah (sabun cuci dan pel), hand sanitizer,media perawatan tubuh/detoks dan lainnya.
Di samping banyak manfaat yang dihasilkan dari eco enzyme tersebut,maka mahasiswa yang sedang melakukan pengabdian masyarakat dari Universitas Muhammadiyah Banjarmasin 2024 pada tanggal 28 februari 2024 untuk memberikan edukasi dan pengenalan mengenai eco enzyme dari aspek sejarahnya,pengertian,manfaat,dan proses pembuatannya. siswa/i yang mengikuti kegiatan tersebut terdiri dari 2 kelas 12 IPA dan IPS yang masing-masing kelasnya diambil 8 perwakilan setiap kelasnya hingga terkumpul totalnya 32 siswa/i. adapun selain penyampaian materi,siswa/i juga dapat melihat langsung bagaimana sejarah,latar belakang dari terciptanya formula eco enzyme tersebut hingga aspek lainnya melalui vidio yang di tampilkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H