Satu peluru, hanya bisa menembus satu kepala. Sebuah pena, bisa menembus jutaan kepala.
Banyak teman-teman saya yang bertanya, apa tips-tips untuk menulis artikel yang menarik. Karena saya tahu saya belum menjadi penulis yang hebat, saya yakin sekali pertanyaan itu ditanyakan kepada orang yang salah, atau ditanyakan dengan cara yang salah, atau saya yang salah dengar. Pokoknya ada yang salah. Tapi karena pertanyaan itu terus datang, akhirnya saya kehabisan kesabaran, dan menuliskan artikel ini. Ini dia tips-tips menulis di blog ala saya:
1. Apa yang kita isi, itu juga yang kita keluarkan.
Anda tahu kenapa keran air, saat dibuka, mengeluarkan air? Tentu saja karena ada isinya. Saat menulis, sebenarnya kita sedang mencurahkan isi otak kita. Nah, jika otak kita jarang diisi dengan dengan informasi dari luar (buku, TV, film, radio, dan lain-lain), lha apa yang mau dituangkan?
Sejak kecil, saya sangat suka membaca segala sesuatu yang ada hurufnya, termasuk iklan baris dan rambu larangan parkir. Tak jarang sayur mayur ibu saya tercerai berai di meja dapur karena bungkusnya saya culik dengan paksa dan saya baca bolak balik. Saya tidak pernah memilih bacaan: koran, komik, majalah, buku sejarah, buku filosofi, buku agama sampai jurnal ilmiah dan 1001 tafsir mimpi sudah pernah saya baca. Mungkin itulah mengapa begitu banyak kata-kata hilir mudik di otak saya, dan saat saya tuangkan ke dalam tulisan, sering kali hasilnya adalah bendungan kata-kata yang jebol.
Tapi ingatlah, apa yang kita tulis, seringkali mencerminkan apa yang sering masuk ke dalam otak kita. Jadi, jika ingin menulis hal-hal yang positif, masukkan hal-hal yang positif.
2. Sentuh emosinya
Anda tahu, kenapa kita suka menonton film? Karena ada sesuatu yang membangkitkan emosi kita di dalam film. Kita bisa tertawa, menangis, ketakutan, marah, gembira, terinspirasi, bahkan terangsang. Artikel yang menarik, adalah artikel yang mampu membangkitkan emosi kita. Jika artikel kita sama tanpa-emosinya dengan diktat matematika, dijamin pembaca hanya akan membaca artikel kita saat dia lagi mencari obat tidur… Gunakan humor, drama, kisah sedih, kisah yang inspiratif di dalam artikel kita. Biarkan pembaca kita merinding saat membacanya. Artikel yang berhasil membangkitkan emosi pembacanya, seringkali, menjadi artikel yang dikenang selama bertahun-tahun..
3. Buka dan tutup
Pembaca di internet, adalah pembaca cepat, dengan jutaan pilihan bacaan. Jika paragraf pembuka artikel kita tidak menarik minatnya, maka ia akan segera pindah ke artikel lain. Lagi-lagi, gunakan sentuhan emosi. Mana yang lebih menarik bagi anda saat melihat siaran TV: seorang reporter yang melaporkan demonstrasi besar-besaran dengan suara bersemangat dan berapi-api, atau reporter yang melaporkan demonstrasi dengan nada suara seperti sedang menerangkan metode pengembang biakan kaktus? Paragraf penutup juga vital. Paragraf itu harus bisa dengan tegas, lugas menyimpulkan isi artikel kita. Lagi-lagi, masukkan sentuhan emosi. Jika paragraf penutup bisa membuat sang pembaca menangis tersedu-sedu sambil mencakar-cakar dinding, atau membuat dia mengepalkan tinju dan berteriak "merdeka!", atau tertawa ngakak terguling-guling, maka anda sudah berhasil.
4. Jangan biarkan pembaca tidur
Apa tujuan utama dari menulis? Menyampaikan ide-ide ke pembaca. Ingatlah, tidak semua pembaca adalah ilmuwan botak dengan IQ 180, atau seorang filsuf berjanggut yang sedang memakai toga: sederhanakan bahasanya. Kita bukan sedang pamer kemampuan kita menghapal seluruh isi Kamus Besar Bahasa Indonesia + Jurnal Kedokteran + Kamasutra: kita sedang menyampaikan ide. Gunakan bahasa yang sesederhana mungkin, sehingga orang yang baru lulus kejar paket A pun akan mengerti isi artikel kita. Apa gunanya kalau kita menulis berbusa-busa panjang lebar, tapi para pembaca langsung kabur membaca judulnya: “Mendekontruksi Dogmatisme: Inherensi Agama”. Ok, mungkin pembaca memberi kesempatan kedua, dan tetap nekat melanjutkan membaca untuk akhirnya menemukan kata-kata:
“….dalam perspektif gender, komunitas LGBT tidak lagi distereotipe, disumpah serapah, dan dimarjinalkan, hanya karena memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan arus utama. Perspektif patriarkhi, kembali menjadi pemicu memburuknya citra arus utama, terhadap komunitas LGBT. Dalam budaya patriarkhi, seksualitas selalu dipahami dengan konteks maskulinitas. Fatalnya lagi, hal demikian berbuntut tidak hanya distereotipe dengan cara pandang maskulinitas, tetapi juga dikonstruk dengan cara pandang orientasi seksual hetero, sembari menafikan cara pandang homo atau lainnya, dengan mutlak. Jadilah, selama berabad lamanya, bangunan seksualitas di masyarakat dihegemoni oleh orientasi seksual hetero (heteronormavitas).”
Sebelum sampai paragraf yang kedua, kebanyakan pembaca sudah mengklik tombol close dan bergegas mencari minyak kayu putih untuk menggosok keningnya..
5. Singkat
Pembaca di internet, kebanyakan, adalah pembaca cepat. Banyak dari mereka yang membaca lewat HP, dan yakinlah, mereka tidak ingin jarinya keriting menscroll 50 kali sebelum mencapai akhir artikel, kecuali isi artikelnya luar biasa menarik. Mereka cenderung mencari artikel yang singkat, padat, mengena, dan ada pesannya. Batasi bahasan kita.
Kadang penyakit bagi penulis pemula adalah: ingin menyampaikan semua isi otaknya, sehingga membahas 10 topik sekaligus dalam satu artikel. Hasilnya, di awal membahas politik, penutupnya menjadi rincian harga bawang di Pasar Induk. Ga nyambung babar blas. Jika memang sedang ingin menuangkan semua isi fikiran, silahkan tulis ngalor ngidul sampai lega, tapi segera diedit dan dipotong-potong sehingga akhirnya hanya membahas satu topik.
6. Penuhi tanggung jawab
Dengan pena, eh, keyboard kita, kita ikut membentuk pola fikir masyarakat kita. Ingat, apapun profesi kita, kita punya tanggung jawab untuk memberikan sesuatu yang baik untuk lingkungan kita. Jika tulisan kita hanya menuruti nafsu ingin populer, maka kita akan terjebak menulis artikel-artikel bombastis: "1001 cara orgasme", atau "Persetan dengan Tuhan!". Kita jadinya mencari ketenaran (dan juga nafkah), dengan memanfaatkan sisi gelap manusia, yang suka dengan kontroversi dan hal-hal yang berbau seks. Itulah mengapa televisi berlomba-lomba menayangkan gosip, pornografi, pertengkaran keluarga, dan reality show yang jauh dari realita.
Ingatlah, tulisan kita di blog, meninggalkan jejak yang panjang di belakang kita. Jika kita sampai tidak berani menunjukkan tulisan kita kepada anak-anak kita, atau orang tua kita, maka, mungkin kita sudah menyeberang ke sisi gelap seorang penulis: mencari nafkah dan ketenaran dengan memanfaatkan nafsu gelap manusia..
Kelihatannya, tips menulis di blog ini pantas ditutup dengan sebuah cerita..
Seorang guru berkata di depan kelas siswa SMU: "Tulisan yang menarik, harus mencakup unsur-unsur ini: relijius, cinta, emosi, keluarga, seks, misteri, dan kejutan. Silahkan buat tulisan yang bisa memuat seluruh unsur-unsur itu, dan kumpulkan. Akan saya tentukan pemenangnya besok".
Akhirnya, terpilih sang pemenang, seorang siswa yang menulis singkat: Tadi malam kakak saya berteriak di dalam kamarnya:"'Oh Tuhan, siapa ayah dari anak yang kukandung ini?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H