Lihat ke Halaman Asli

Sudah Sewajarnya

Diperbarui: 22 Maret 2024   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tulisan saya kali ini akan saya awali dengan cerita pengalaman saya yang sempat terjadi beberapa hari lalu. Sepulang kuliah saya bertemu dengan seorang bapak yang sedang berjualan mie, dan saya pun membeli mie tersebut. Sepanjang mempersiapkan pesanan saya si mas ini bertanya-tanya tentang saya, misalnya asal saya dari mana, natal tahun ini akan pulang atau tidak, punya pacar atau tidak. 

Biasalahh kebiasaan dari masyarakat Indonesia yang kalau diam saja tanpa ada percakapan rasanya aneh atau kayak ada yang kurang. Kemudian pertanyaan si mas ini sampai ke titik yang buat saya risih, tapi dia masih saja asyik berbicara sambil mempersiapkan pesanan saya. Yang membuat saya risih adalah saat bapak tersebut bertanya "Pasti sering dikirimin uangkan?", maksud dari pertanyaan si bapak ini menuju ke pacar saya karena pacar saya kan sudah kerja. 

Dia merasa kalau pacar saya pasti sering mengirim uang ke saya karena dia sudah punya pekerjaan dan saya masih kuliah. Walaupun sekedar basa basi saya tetap saja merasa risih dengan pertanyaannya tersebut. Seakan-akan seorang laki-laki yang sudah bekerja dan memiliki seorang pacar yang masih berkuliah 'sudah sewajarnya' mengirim uang ke pacarnya. Dan seorang perempuan yang masih kuliah 'sudah sewajarnya' menerima uang dari pacar yang sudah bekerja.


Saya sangat tidak menyukai hal-hal yang seharusnya tidak wajar, tetapi malah dianggap sebagai sebuah hal yang 'sudah sewajarnya' di masyarakat kita, seperti seorang laki-laki yang dianggap 'sudah sewajarnya' memberikan uang jajan kepada pacarnya. Dan perempuan 'sudah sewajarnya' menerima uang dari pacarnya. 

Bukan berarti saya menyalahkan pasangan yang punya prinsip seperti itu, cuma ketika hal yang dianggap 'sudah sewajarnya' ini melewati batas, tentu saja itu menjadi tidak baik. Terkesan seperti laki-laki hanya bertugas untuk memberi dan memberi, serta perempuan hanya bertugas untuk menerima dan menerima. 

Konstruksi seperti inilah yang cenderung menekan laki-laki dan memberikan beban lebih kepada laki-laki serta memperlemah perempuan sehingga perempuan sulit untuk melihat potensi dalam dirinya dan meremehkan diri sendiri. Padahal laki-laki juga memiliki kebutuhannya serta mempunyai tanggung jawabnya sendiri. Dan perempuan juga bisa mandiri, bisa mencari pekerjaan dan menghasilkan uang sendiri.


Jadi, dalam tulisan ini saya hanya mau mengingatkan bahwa laki-laki tidak memiliki keharusan dalam memberikan uang jajan kepada pacarnya. Dan perempuan juga bisa menjadi mandiri, dan menghasilkan uang sendiri tanpa perlu meminta kepada orang lain. Karena, menurut saya pasangan yang baik itu tidak harus selalu memberi dan memberi atau menerima dan menerima. Namun, hubungan yang baik itu seharusnya memberi dan menerima. Harus ada timbal balik dalam hubungan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline