Lihat ke Halaman Asli

Diani

Writer

Menikah Bukan Ajang Perlombaan

Diperbarui: 4 April 2021   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Resepsi megah serta seulas senyum yang terpatri di bibir pengantin membuat citra pernikahan terlihat bahagia dan penuh warna. 

Memang benar, pernikahan identik dengan rasa bahagia karena akhirnya sepasang pengantin bisa menyambut hari yang telah mereka nanti-nantikan, dimana sebuah ikatan suci menyatukan dua kepala.

Hal tersebut juga yang membuat beberapa orang tergiur ingin melangsungkan pernikahan. Bahkan, tak jarang saya menemukan fenomena sepasang remaja menikah muda dengan alasan yang menurut saya tidak cukup untuk memaknai arti pernikahan itu sendiri.

Nikah muda memang tidak salah, mau muda atau tua, selagi tidak melanggar aturan, sah-sah saja menikah. Pada dasarnya menikah itu bukan persoalan umur, melainkan tentang kesiapan. Pertanyaannya, apakah semua pernikahan didasari dengan kesiapan?

Jika hati sudah menggebu-gebu, siapa saja bisa menjawab "siap" tanpa memikirkan konsekuensi serta tanggungjawab atas kata siap yang dilontarkan. 

Mungkin saja, mereka sudah terlanjur mendambakan indahnya kehidupan setelah menikah seperti di novel-novel romansa, namun mengenyampingkan realita berumah tangga sesungguhnya.

Saya tidak bilang jika menikah itu buruk, justru banyak sekali manfaat positif yang bisa didapat dari pernikahan. Hanya saja, alangkah baiknya jika kita menyiapkan diri terlebih dulu untuk menghadapi pasang surut berumah tangga. Namanya kehidupan, siklus roda berputar akan terus berlaku sekecil apapun masalahnya.

Jangan sampai kehidupan rumah tangga yang seharusnya indah berubah sengsara karena mental kita belum siap melalui semua fase. Akibatnya, kedua belah pihak menyerah dan angka perceraian pun bertambah.

Bukan hanya soal mental, menurut saya kesiapan finansial juga harus dipertimbangkan karena setelah menikah seharusnya kita tidak lagi bergantung hidup dengan orang tua.

Menikah berarti menyatukan dua makhluk hidup, setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, dan memenuhi kebutuhan memerlukan biaya yang cukup. Apalagi untuk seumur hidup. Belum lagi kalau punya anak, bisa-bisa pengeluaran lebih besar dibandingkan penghasilan.

Maka dari itu, menurut saya, kita harus banyak-banyak belajar sebelum memasuki jenjang yang lebih serius. Belajar mengelola uang, belajar mengontrol emosi, belajar dalam segala hal sampai diri kita merasa siap menghadapi baik buruknya resiko setelah menikah. Mau tidak mau, resiko harus dihadapi, bukan dihindari. Bukan begitu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline