Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan = Cuan? Menggugat Komersialisasi Pendidikan

Diperbarui: 8 Januari 2025   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota berkomitmen pada konsep perguruan tinggi pendidikan (Sumber: freepik.com)

Pendidikan adalah salah satu fondasi utama dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam idealnya, pendidikan bertujuan untuk menciptakan individu yang berpengetahuan, berbudi pekerti luhur, dan mampu berkontribusi pada masyarakat. Namun, bagaimana jika pendidikan yang sejatinya merupakan hak dasar manusia, berubah menjadi ladang bisnis yang menguntungkan bagi segelintir pihak?

Komersialisasi pendidikan, sebuah fenomena yang semakin marak di era modern ini, menimbulkan banyak perdebatan. Di satu sisi, pendidikan memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit: gaji guru, fasilitas, kurikulum, dan teknologi. Namun, di sisi lain, pertanyaan mendasarnya adalah: Apakah pendidikan seharusnya menjadi barang dagangan yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu membayarnya?

Pendidikan sebagai Hak atau Komoditas?

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Di Indonesia, Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh rakyat. Namun kenyataannya, akses terhadap pendidikan berkualitas sering kali bergantung pada kemampuan finansial seseorang.

Sekolah swasta elite, yang menawarkan fasilitas lengkap dan tenaga pengajar berkualitas, menetapkan biaya yang tidak terjangkau oleh mayoritas masyarakat. Sementara itu, sekolah negeri, meskipun lebih terjangkau, sering kali menghadapi keterbatasan dana, infrastruktur, dan kualitas pengajaran. Situasi ini menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin dalam mendapatkan pendidikan.

Dampak Komersialisasi Pendidikan

Komersialisasi pendidikan tidak hanya memengaruhi akses, tetapi juga tujuan pendidikan itu sendiri. Ketika institusi pendidikan lebih fokus pada keuntungan, ada risiko bahwa kualitas pembelajaran menjadi nomor dua. Kurikulum bisa saja disusun untuk menarik minat pasar ketimbang memenuhi kebutuhan pembangunan bangsa.

Selain itu, muncul budaya pendidikan sebagai ajang kompetisi semata. Bimbingan belajar dan sekolah "favorit" yang mahal menciptakan tekanan pada siswa untuk meraih nilai tinggi, bukan untuk memahami atau mengaplikasikan ilmu. Pendidikan yang sejatinya bertujuan untuk membentuk manusia yang utuh berubah menjadi pabrik pencetak tenaga kerja.

Langkah Menuju Pendidikan yang Adil

Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah dan masyarakat harus mengambil langkah tegas:

1. Meningkatkan Anggaran Pendidikan: Pemerintah harus memenuhi amanat undang-undang untuk mengalokasikan minimal 20% APBN untuk pendidikan. Dana ini harus dikelola secara transparan dan diarahkan pada perbaikan fasilitas, pelatihan guru, dan akses bagi kelompok miskin.

2. Membatasi Komersialisasi: Kebijakan yang mengontrol biaya pendidikan swasta diperlukan untuk memastikan bahwa semua anak memiliki peluang yang sama.

3. Mendorong Pendidikan Gratis dan Berkualitas: Negara-negara seperti Finlandia membuktikan bahwa pendidikan gratis tidak berarti kualitas rendah. Sistem pendidikan yang inklusif dan berbasis keadilan sosial dapat diterapkan dengan kemauan politik yang kuat.

4. Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Kerja sama dengan pihak swasta dapat dilakukan tanpa mengorbankan prinsip keadilan, misalnya melalui program beasiswa atau investasi dalam pendidikan di daerah tertinggal.

Kesimpulan

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya menghasilkan individu berkualitas tetapi juga masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Komersialisasi pendidikan mungkin menawarkan solusi jangka pendek bagi kebutuhan finansial, tetapi ia mengancam esensi dari pendidikan itu sendiri. Sudah saatnya kita menggugat paradigma yang melihat pendidikan sebagai ladang cuan dan mengembalikan fungsinya sebagai hak dasar setiap manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline